Jumat 22 Nov 2013 16:32 WIB

Wamenhan Tinjau Kesiapan Pabrik Bom di Malang

Wamenhan, Sjafrie Sjamsuddin saat uji coba Roket R-Han 122 di Baturaja, Sumatra Selatan
Foto: Antara
Wamenhan, Sjafrie Sjamsuddin saat uji coba Roket R-Han 122 di Baturaja, Sumatra Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin meninjau kesiapan industri pertahanan pabrik pembuat Bom P-100 (live) di PT Sinar Bahari, Malang, Jawa Timur, Jumat (22/11).

"Saya ingin melihat sejauhmana produktivitas yang dibuat dan sejauhmana pabrik bom ini bisa dikembangkan," kata Sjafrie yang juga sebagai Ketua High Level Committe (HLC) usai meninjau pabrik bom tersebut.

Menurut dia, dalam rangka modernisasi alutsista diperlukan kesiapan industri pertahanan yang mumpuni, sehingga mampu melahirkan produksi alutsista yang berkualitas, salah satunya bom.

"Kita ingin pastikan pabrik bom pesawat yang kita miliki mampu mendukung kegiatan latihan dan operasional TNI Angkatan Udara," ujar Sjafrie.

PT Sari Bahari merupakan pabrik pembuat bom, sementara pengisian bahan peledaknya dilakukan di PT Dahana. Namun, untuk mendapatkan pemicu bom (fuze), PT Sari Bahari harus mengimpor dari luar negeri, yakni Bulgaria sehingga membutuhkan biaya yang relatif mahal.

Menurut Sjafrie, selain membuat pabrik bom ini, harus ada pabrik 'fuze' atau pemicu bomnya agar kemampuan kekuatan militer Indonesia bisa mandiri.

Sehingga komponen yang diimpor itu bisa diganti dengan komponen dalam negeri.

Wamenhan meminta kepada produsen bom untuk meningkat 'skill level' dengan memperhatikan kesejahteraan, meningkatkan infrastruktur dengan memperhatikan peluang kapasitas produksi. Termasuk kelayakan dimana produk ini harus disertai dengan legitimasi dari regulator dan pengguna.

"Kalau sudah oke, maka skill, manajemen dan infrastruktur sudah bisa menopang peluang yang kita berikan. Ini akan berjalan secara berkelanjutan. Setiap ada renstra akan ada peluang. Selama ada pesawat, senjata, maka amunisi akan selalu diperlukan," kata Sjafrie.

Di tempat yang sama, Presiden Direktur PT Sari Bahari, Ricky Egam, mengatakan, pihaknya akan berusaha agar pabrik perakit bom ini bisa berkembang dengan pesat, namun ada beberapa kendala yang dihadapinya.

Kendala itu, kata dia, di Indonesia belum ada pembuat fuze (pemicu bom), sehingga mengharuskan pihaknya impor fuze dari negara Bulgaria.

"Sebenarnya pihak Armaco, Bulgaria (produsen Fuze) setuju untuk menjalin kerja sama untuk PT Sari Bahari untuk alih teknologi pembuatan fuze. Namun, pihak Armaco meminta sebelum ada kesepakatan, PT Sari Bahari harus membeli fuze sebanyak 1.500 pcs. Kita minta pemerintah untuk mensuport masalah ini," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement