REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir berpendapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempunyai kewenangan untuk menuntut Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ia berpendapat tidak ada kewenangan KPK dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Menurut Mudzakir, dalam UU Nomor 8/2010 hanya memberikan lisensi kepada KPK untuk melakukan penyidikan. Sesuai dengan penjelasan dalam pasal 74. Mudzakir tidak melihat ada pasal dalam undang-undang itu yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan penuntutan.
"Dia tidak boleh lebih dari melakukan penyidikan," kata dia, saat menjadi saksi ahli dalam perkara kasus dugaan korupsi permhonan kuota impor daging sapi dan TPPU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (21/11).
Dalam penjelasan Pasal 74, Mudzakir mengatakan, sudah jelas lembaga mana yang dapat melakukan penyidikan TPPU. KPK termasuk di dalamnya. Namun, menurut dia, tidak ada ketentuan dalam undang-undang tersebut yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan penuntutan. Menurut dia, pasal-pasal yang ada tidak dapat diinterpretasikan lain. "Interpretasi tidak boleh memperluas wewenang," kata dia.
Apabila ingin mempunyai kewenangan untuk melakukan penuntutan, Mudzakir menyarankan, KPK untuk mengusulkannya ke DPR RI. Ketentuan mengenai kewenangan itu nantinya bisa ditambahkan apabila disetujui. Sekarang ini, menurut dia, KPK bisa berkoordinasi dengan institusi lain yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penuntutan TPPU.
"Kalau ingin cepat prosesnya, minta Kejaksaan itu cepat melakukan itu," ujar dia.