REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hubungan Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ganewati Wuryandari mengatakan, tidak tepat bila sikap pemerintah yang cenderung lunak terhadap dugaan penyadapan yang dilakukan Australia dimaknai karena ketergantungan Indonesia kepada Australia.
Karena menurutnya justru ketergantungan Australia kepada Indonesia lebih tinggi.
"Dulu ada yang bilang Australia itu hanya apendik (usus buntu) Indonesia. Tingkat ketergantungan Australia yang sebetulnya jauh lebih besar," kata Ganewati saat dihubungi, Selasa (19/10).
Dari sisi geografis, menurutnya, Australia sangat bergantung pada Indonesia. Karena sebagagi negara dengan benua sendiri, Indonesia merupakan negara yang berbatasan langsung dengan Australia. Ancaman dari pihak luar ke arah Australia juga akan terkait dengan Indonesia.
"Kondisi geografis Indonesia menjadi bagian penting bagi pertimbangan kebijakan luar negeri Australia," ujarnya.
Meski begitu, hubungan Indonesia dengan Australia memang berpengaruh dalam berbagai aspek. Misalnya saja kebijakan ekonomi, pendidikan, dan keamanan. Australia juga disebut sebagao negara pendonor terbesar kedua bagi pemerintah Indonesia.
"Tapi untuk tingkat hubungan ekonomi kan kita tidak hanya bergantung pada hubungan bilateral. Untuk tingkat regional ada ASEAN," kata Ganewati.
Karenanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pimpinan formal disarankan juga mengambil langkah formal terhadap isu penyadapan oleh Australia. Misalnya sjaa melalui dialog dengan pimpinan negara Australia.Untuk mengetahui lebih lanjut, sejauh mana penyadapan tersebut mengganggu hubungan kedua negara. Lalu, bagaimana strategi yang tepat untuk melakukan normalisasi hubungan bilateral kedua negara.
"Sikap keras itu perlu, ini melanggar etika dalam hubungan diplomasi. Tidak ada negara manapun yang mau disadap," ujar dia.