REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pakar Hukum UI, Prof Hikmahanto Juwana SH, LLM, Phd, meminta Presiden SBY bersikap tegas terhadap kasus terkuaknya penyadapan terhadap pembicaraan sejumlah pejabat penting Indonesia oleh intelijen AS dan Australia.
"Bila pemerintah tidak bersikap keras dan tegas, kemarahan publik di Indonesia akan beralih dari terhadap AS dan Australia menjadi kemarahan terhadap pemerintahan, bahkan terhadap Presiden SBY karena mereka akan mempertanyakan sikap pemerintah yang 'adem ayem' saja," katanya di Pekanbaru, Senin.
Ia mengatakan hal itu terkait pasca protes keras Menlu Natalegawa dan kehadiran kepala perwakilan AS dan Australia di Kemlu, menjadi pertanyaan apa sikap Pemerintah Indonesia setelah mendapat penjelasan dari perwakilan AS dan Australia. Apalagi bila penjelasan tersebut tidak memadai.
Menurut Hikmahanto, pemerintah tidak bisa bersikap lunak sebab penyadapan merupakan pelanggaran serius atas etika hubungan internasional dan norma hukum internasional.
Terlebih lagi ada dua alasan mengapa Pemerintah harus bertindak tegas. Pertama, negara lain seperti Perancis, Jerman dan Brazil sudah menunjukkan sikapnya yang sangat keras.
Ia mengatakan, disamping memanggil kepala perwakilan AS, kepala pemerintahan negara tersebut telah menelpon secara langsung Presiden Obama. Mereka menunjukkan ketidak-senangan mereka karena AS selama ini melakukan hubungan yang tidak didasarkan pada kepercayaan.
"Bahkan Jerman dan Brazil telah mengajukan secara resmi draf resolusi atas hak privasi untuk mencegah penyadapan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa," katanya.
Saat ini Pemerintah Cina dan Malaysia sudah melayangkan protes keras dan memanggil kepala perwakilan dari dua negara tersebut.
Bila pemerintah Indonesia bersikap business as usual pasca protes keras Menlu Natalegawa maka terlihat janggal. Bahkan publik akan menganggap aneh bila negara jiran Malaysia saja bisa bersikap keras dan tegas.
Bila pemerintah tidak bersikap keras dan tegas maka kemarahan publik di Indonesia akan beralih dari AS dan Australia menjadi kemarahan terhadap pemerintahan, bahkan, Presiden SBY. Mereka akan mempertanyakan sikap pemerintah yang adem ayem saja.
"Kemarahan publik akan semakin menjadi bila respons Presiden SBY terkait penyadapan ini tidak sebanding dengan respons Presiden ketika menanggapi Bunda Putri," katanya.
Menurut dia, Presiden harus paham publik Indonesia merupakan konstituen beliau sehingga kemarahan publik harus dicerminkan dalam menyikapi masalah penyadapan ini kepada pemerintah AS dan Australia.
Dalam menyikapi penyadapan, katanya lagi, tentu pemerintah tidak perlu berkelit bahwa tidak ada bukti atau perlu waktu untuk pembuktian sebelum bersikap lebih tegas.
"Masalah penyadapan memang sulit untuk dibuktikan, Kepolisian Indonesia, bahkan Badan Intelijen Nasional sekalipun tidak mungkin melakukan verifikasi ke Keduataan Besar (Kedubes) dua negara yang diduga memiliki instrumen penyadapan. Ini mengingat wilayah Kedubes memiliki kekebalan," katanya.