REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Kasus perdagangan manusia untuk dijadikan pekerja seks komersial, hingga kini masih terus berlangsung di tanah air. Meski modusnya tak jauh berubah –iming- iming menjanjikan pekerjaan di luar negeri-- aktivitas ilegal yang menyasar remaja perempuan ini tetap saja marak.
“Bahkan, kini ada tren baru tujuan human trafficking ini,” kata Sekretaris Pelayanan Terpadu, Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3KAB) Provinsi Jawa Tengah, Ema Rachmawati, di Ungaran, baru- baru ini.
Jika biasanya para korban dikirim ke Kepulauan Riau (Kepri), Bangka Belitung (Babel), Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat, kini tren baru tujuan perdagangan manusia adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), seiring dengan pesatnya pertumbuhan wisata di daerah ini.
"Khususnya di Labuan Bajo karena di sana ada wisata Komodo yang baru, dan menjadi tujuan wisata internasional," kata Ema.
Ia juga mengungkapkan, perdagangan manusia untuk dijadikan pekerja seks ini tidak mengenal suku dan semua etnis bisa menjadi korban. Jawa, Sunda bahkan etnis China pun bisa menjadi korban. Karena salah satu modus pelaku yang banyak dilakukan adalah mendatangi korban secara acak.
"Untuk perekrut calon korban ini biasanya bisa mendapatkan imbalan kisaran Rp 2 hingga Rp 5 juta per kepala," tambah Ema.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jawa Tengah, Budi Wibowo sebelumnya menegaskan perlunya kewaspadaan masyarakat agar tidak menjadi korban perdagangan manusia ini. Masyarakat diminta untuk tidak gampang tergiur dengan janji serta iming-iming kerja di luar negeri, apalagi dengan persyaratan yang sederhana.
Jika memang mengaku sebagai penyalur tenaga kerja ke luar negeri, hendaknya perlu dipastikan apakah PJTKI yang bersangkutan memang terdaftar di Disnakertrans.