Ahad 17 Nov 2013 10:47 WIB

Apegti: Gula Rafinasi Merembes, Harga Gula Petani Jatuh

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Hazliansyah
Gula Rafinasi (Illustrasi)
Foto: CORBIS
Gula Rafinasi (Illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) menilai perembesan gula rafinasi di pasaran umum menyebabkan jatuhnya harga gula konsumsi yang diproduksi petani. Sehingga mereka menemui kesulitan untuk bersaing di pasaran.

Ketua Umum Apegti Natsir Mansyur menilai Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia tidak mampu mengawasi perembesan gula rafinasi yang kerap terjadi. Di pasaran umum, gula konsumsi yang diproduksi petani harganya jatuh dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yakni Rp 8.500 per kilogram (kg), padahal tadinya harga gula petani dipasar Rp 9.500 per kg.

"Itu karena ada perembesan gula rafinasi yang harganya Rp 8.000 per kg sehingga gula petani tidak laku dan tidak terserap pasar," katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Sabtu (16/11) malam.

Pihaknya meminta agar pemerintah bisa terbuka dengan masalah audit gula rafinasi, seperti yang sebelumnya dijanjikan pemerintah sejak tahun 2011, 2012 hingga tahun ini.

"Supaya jelas masalahnya, jangan audit gula rafinasi ini ditutup-tutupi, kan peraturan sudah tegas mengatur gula rafinasi," ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa impor gula mentah (raw sugar) gula rafinasi meningkat menjadi 3 juta ton pada tahun 2013 ini. Apegti mengingatkan agar pemerintah terkait dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia Komisi VI memperhatikan kondisi tersebut dengan kebijakan yang sudah ditentukan.

"Jangan sampai regulasi yang sudah dibuat oleh pemerintah tapi justru pemerintah sendiri yang menyalahi regulasi yang ada," ucapnya.

Ia mencontohkan, korban perembesan gula rafinasi terjadi di Sulawesi Selatan dimana Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 14 sudah tidak produksi lagi, karena tidak mampu bersaing dengan gula rafinasi yang diproduksi produsen gula rafinasi yang juga ada di Sulawesi Selatan.

Kapasitas produksi perusahaan itu mencapai 400 ribu ton per tahun. Sementara penyerapan gula rafinasi hanya 250 ribu ton per tahun. Secara otomatis sisanya masuk ke pasar umum serta merugikan para petani.

Pihaknya menilai, permasalahan tersebut perlu diwaspadai karena akan mengakibatkan pabrik gula berbasis tebu di Pulau Jawa juga akan tutup jika masalah itu tidak ditangani serius oleh pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement