Sabtu 16 Nov 2013 15:06 WIB

Mahkamah Konstitusi Jangan Lagi Urusi Sengketa Pilkada

Suasana di lobi gedung Mahkamah Konstitusi yang dirusak massa yang mengamuk saat putusan sengketa ulang Pemilukada Maluku di Gedung MK Jakarta, Kamis (14/11).   (Republika/Adhi Wicaksono)
Suasana di lobi gedung Mahkamah Konstitusi yang dirusak massa yang mengamuk saat putusan sengketa ulang Pemilukada Maluku di Gedung MK Jakarta, Kamis (14/11). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin setuju jika Mahkamah Konstitusi tidak menangani kasus sengketa pemilihan kepala daerah.

"Saya setuju dan memiliki pemikiran seperti itu, agar sidang perselisihan tentang Pilkada jangan dibebankan ke Mahkamah Konstitusi," katanya ketika ditemui wartawan usai meresmikan kantor pusat bisnis Muhammadiyah Jawa Timur di Jalan Ahmad Yani Surabaya, Sabtu.

Menurut dia, tugas utama MK adalah menguji kembali Undang-Undang serta sengketa kewenangan antarlembaga negara. Karena itu, kata dia, tambahan mempersidangkan sengketa Pilkada akan lebih memakan dan menghabiskan waktu MK.

"Seharusnya fokus ke 'judicial review' Undang-Undang dan ke tugas utama lainnya. Kalau menangani sengketa Pilkada membuat MK kehabisan waktu," kata pria asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut.

Pihaknya juga mengaku kurang tahu pasti mengapa sengketa Pilkada harus diselesaikan ke MK. Hal ini harus menjadi evaluasi total sebagai bentuk pembenahan terhadap penegakan hukum, serta MK sendiri pada khususnya.

Di sisi lain, Din Syamsudin juga menyarankan masyarakat memahami dan mengembangkan budaya demokrasi. Khusus untuk pilkada dan sejenisnya, semua pihak harus menghormati asas siap menang dan siap kalah.

"Di semua pilkada, menjelang pemilihan selalu ada perjanjian dan sumpah siap menang dan siap kalah. Tapi kenyataannya, kerap terjadi ungkapan kekecewaan berlebihan jika pihaknya kalah," katanya.

Kendati demikian, Din juga meminta penyelenggara Pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk bersikap profesional dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya.

"KPU dan Bawaslu yang profesional akan membawa dampak positif. Hindari praktik-praktik terkait korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) seperti penyuapan dan sebagainya," kata Din.

Sementara itu, hal senada disampaikan sejumlah politisi nasional. Salah satunya Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Khatibul Umam Wiranu, yang menyarankan MK tidak lagi memutus sengketa pilkada, tapi diserahkan ke Mahkamah Agung (MA).

Ia menjelaskan, MK hanya mengurusi "judicial review" UU, sengketa kewenangan antarlembaga negara, memutuskan adakah Presiden/wapres melanggar hukum/tidak, pembubaran partai politik, serta sengketa hasil Pemilihan Umum (DPR dan Presiden), bukan sengketa hasil pilkada.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement