Jumat 15 Nov 2013 15:13 WIB

Yusril Usul Kewenangan MK Terkait Sengketa Pemilukada Dicabut

Rep: Hafidz Muftisany/ Red: Mansyur Faqih
Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rusuh sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (15/11) membuat penanganan sengketa pemilukada di Mahkamah Konstitusi (MK) dipertanyakan. 

Mantan menteri kehakiman Yusril Ihza Mahendra menyebut penanganan sengketa pemilukada oleh MK sangat menyita waktu dan pekerjaan. Saat membawa RUU MK ke DPR, Yusril menceritakaan, tak membayangkan MK akan menangani perkara pemilukada yang sangat banyak.

"Pikiran saya waktu itu adalah pemilu yang lima tahun sekali," ujar Yusril dalam akun Twitter-nya @Yusrilihza_Mhd, Jumat (15/11).

Sebagai perumus RUU MK, Yusril tak ingin Mk banyak bersidang. Karena semakin banyak bersidang, besar kemungkinan kewibawaaannya merosot. Baginya, MK cukup mengadili hal-hal mendasar dalam menjaga konstitusi negara. 

Namun, akhirnya MK menangani sengketa pemilukada setelah muncul konsep pemilihan secara langsung dan akhirnya menjadi ranah kewenangan MK. "Sejak itu MK sibuk bukan kepalang. Tahun 2013 ada 177 pemilukada, sebagian besar dibawa ke MK," katanya.

Karena banyaknya perkara pemilukada, membuat MK menjatah waktu untuk memeriksa dan memutus perkara dalam waktu singkat. Normalnya, Yusril menyebut hanya dalam waktu 14 hari. Akibatnya, pertimbangan hukum majelis hakim MK terkesan tidak mendalam dan seadanya saja. "Yang penting perkara diputus."

Yusril menyarankan agar kewenangan MK menangani sengketa pemilukada dicabut. Jika tidak, kejadian rusuh dalam sidang sengketa pemilukada Malut bisa saja terulang. Idealnya yang menangai sengketa Pemilukada menurut Yusril adalah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN).

"Keputusan KPUD tentang rekapitulasi hasil pemilukada dan penetapan pasangan pemenang pada hakikatnya adalah putusan TUN," terang Yusril.

PT TUN nantinya menangani sengketa pemilukada seperti pada pengadilan tingkat pertama, bukan banding. Banyaknya hakim di PT TUN juga bisa memudahkan persidangan dan pemeriksaan berkas dalam waktu yang cukup.

Mekanisme banding dan PK jika ada novum bisa didiskusikan jika kewenangan tersebut dialihkan ke PT TUN. "Sehingga pencari keadilan bisa leluasa memperjuangkan gugatannya."

Namun dalam catatan Yusril, Mahkamah Agung (MA) harus memperbanyak PT TUN di seluruh Indonesia. Saat ini hanya ada lima kota yang memiliki PT TUN. "Hanya ada di Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya dan Makassar."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement