Rabu 13 Nov 2013 06:00 WIB

Jamsostek Jaga Profesionalitas Jelang Bertransformasi

Logo Jamsostek.
Foto: Blogspot.com
Logo Jamsostek.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

 

Dalam waktu puluhan hari lagi, bakal lahir sebuah sejarah baru di negeri ini. Tepat pada 1 Januari 2014, berdiri sebuah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan hasil peleburan empat perusahaan. Semua BUMN yang bergerak di bidang asuransi itu adalah PT Asabri, PT Askes, PT Jamsostek, dan PT Taspen.

 

Khusus Jamsostek, sesuai amanat Undang-Undang (UU) 24/2011 akan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Menjelang akhir beroperasinya perusahaan, Jamsostek terus berbenah. Mereka melakukan penataan dan penguatan di internal sebelum menjalani masa transformasi.

 

Meski begitu, sebelum melebur dengan tiga badan asuransi lain, Jamsostek memiliki tantangan untuk diselesaikan. Salah satu sorotan yang mengemuka adalah belum diambilnya simpanan mantan peserta yang memiliki tabungan. Menurut Dirut Jamsostek Elvyn G Masassya, jumlah pemilik tabungan kepesertaan sekitar 800 ribu pekerja.

 

Adapun, rata-rata saldo mencapai Rp 5 juta per tabungan. Dengan kata lain, simpanan tabungan yang mengendap sebesar Rp 4 triliun. Sebuah angka cukup fantastis. “Dana itu merupakan akumulasi dari 800 ribu peserta yang berusia di atas 55 tahun. Posisi terakhir dana itu sebesar Rp 900 miliar atau rata-rata per orang tinggal Rp 1,1 juta,” katanya Elvyn belum lama ini kepada wartawan.

 

Harus diakui, Jamsostek terus bekerja keras mengupayakan agar pemilik dana segera mengambil simpanannya. Namun, masalahnya tidak sedikit pekerja yang tidak tahu kalau mereka didaftarkan perusahaannya ke Jamsostek. Sebagian besar dari peserta itu adalah pekerja konstruksi, pertambangan, atau pekerja yang sering berpindah perusahaan.

 

Masalah itu menjadi sorotan lantaran jika peserta tidak mengambil tabungannya sampai akhir Desember, dana itu dialihkan ke Balai Harta Peninggalan (BHP). Dana masuk BHP memang legal lantaran sudah disetujui Kementerian Hukum dan HAM. “Meski sudah dialihkan (ke BHP), dana tersebut tetap milik peserta. Bukan diserahkan ke negara, tetap akan dikelola Jamsostek,” Elvyn.

 

Kabar baik juga disampaikan Direktur Keuangan Jamsostek, Herdi Trisanto. Dia menjamin, nasabah yang sempat melupakan dana miliknya yang tersimpan di Jamsostek tidak perlu khawatir.

 

Meski tidak sempat mengambil haknya hingga batas waktu akhir tahun depan,  dana itu masih dapat diklaim oleh peserta yang berhak. Tidak ada pengurangan manfaat yang diperoleh nasabah. “Bisa diklaim ke Balai Harta Peninggalan langsung, bisa klaim ke kita,” kata Herdi.

Namun, patut disayangkan jika dana sebesar itu mengendap lantaran itu bukan uang yang tidak bertuan. Pemilik tabungan masih tercatat, tapi mereka seperti membiarkan dananya tidak terpakai.

 

Kalau saja dana itu bisa dikelola, tentu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Padahal, orientasi kinerja Jamsostek adalah pengelolaan dana nasabah agar menjadi produktif.

 

Menjaga profesionalitas

Meski terkesan sepele, persoalan itu jelas harus diselesaikan dan tidak boleh dianggap remeh oleh Jamsostek. Mengacu hal itu, tunggakan dana sebesar Rp 900 miliar boleh dianggap menjadi pekerjaan rumah Jamsostek menjelang berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

 

Kita patut mengapresiasi langkah perusahaan yang terus melakukan sosialisasi agar pemilik tabungan mengambil dananya. Sehingga, segala tunggakan yang menjadi kewajiban Jamsostek selayaknya diselesaikan. Jangan sampai, Jamsostek meninggalkan warisan masa lalu yang bisa memunculkan polemik di kemudian hari.

 

Idealnya, dengan ketepatan mereka menunaikan kewajibannya, balasan perusahaan adalah memberikan pelayanan maksimal yang menjadi hak nasabah. Sehingga, manfaat berkelanjutan yang didapat dengan menjadi peserta Jamsostek bisa dirasakan siapa pun. Perusahaan juga tidak perlu menunggu ada komplain dulu untuk bertindak cekatan, semuanya bisa dilakukan dengan mekanisme sesuai prosedur.

 

Memegang amanah dan bertindak profesional merupakan hal utama yang tidak boleh dilepaskan dari tanggung jawab perusahaan. Kredibilitas dalam menjaga nama baik institusi jelas menjadi segala-galanya. Tanpa faktor itu, Jamsostek bisa kehilangan kepercayaan publik.

 

Pasalnya, jika masalah itu tidak dituntaskan, dapat memunculkan kenangan buruk yang hanya menimbulkan beban bagi perusahaan pada masa depan. Mengingat, para pengendali perusahaan merupakan orang lama.

 

Meski sudah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, petinggi dan staf perusahaan merupakan orang yang sama. Sehingga, ketika para mantan nasabah menagih, perusahaan bisa menuntaskan segala tugasnya di kemudian hari.

 

Untuk itu, menjelang bertransformasi diri menjadi BPJS Ketenagakerjaan, Jamsostek harus memastikan segala masalah yang ada dapat dituntaskan. Dengan begitu, Jamsostek bisa segera memberikan pelayanan terbaik untuk semua nasabah.

 

Kita tunggu komitmen Jamsostek dalam menjawab salah satu persoalan pelik dengan menyelesaikan pekerjaan rumah yang menjadi perhatian publik tersebut. Dengan begitu, ketika sudah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, tidak ada lagi tunggakan masalah di masa sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement