REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengaku sudah melakukan banyak hal untuk menakan angka tawuran pelajar. Teranyar, empat pelajar tewas tenggelam di sungai akibat menghindari serangan pelajar lain di Sukabumi, Jawa Barat.
Dirjen Pendidikan Menengah Kemendikbud, Achmad Jazidie mengaku, tawuran pelajar bukan barang baru sebagai masalah dunia pendidikan. Pihaknya mengimbau agar dipisahkan antara penegakan disiplin dan upaya mengurangi angka tawuran.
Bagi Jazidie, siswa yang melakukan tawuran tetap harus diberi sanksi. Baginya, aturan tetap aturan yang harus ditegakkan agar menimbulkan efek jera.
"Terutama sanksi sekolah, siswa yang melanggar disiplin harus ditegakkan aturan," ujarnya saat dihubungi ROL, Selasa (12/11).
Tawuran pelajar harus menjadi tidak ada habisnya karena godaan berbuat buruk terus terjadi. Jazidie mencontohkan penayangan berita tawuran selain informatif bisa menimbulkan efek negatif. Pelajar yang tak mengenal tawuran akan menyerap informasi dan meniru tayangan di televisi. "Apalagi tayangannya overdosis."
Dalam kurikulum 2013, Jazidie mengaku ada beberapa upaya yang dilakukan untuk meminimalisir tawuran. Pendidikan karakter, lingkungan akademik yang sehat dan mewajibkan pramuka sebagai ekstrakurikuler diharapkan bisa memberi pelajar kegiatan positif. "Termasuk membiasakan disiplin adalah bagian ikhtiar untuk menanggulangi itu (tawuran)," kata Jazidie.
Jazidie menduga maraknya tawuran karena kurangnya 'mainan' di sekolah. Aktivitas akademik dan nonakademik dirasa masih sangat kurang sehingga pelajar mencari aktualisasi di tempat lain.
Tetapi, sekolah favorit yang komplit aktivitas akademik dan nonakademik tidak menjamin hilangnya tawuran. Ini terjadi misalnya antara SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta beberapa waktu lalu.
"Kita mungkin akan lakukan penelitian kenapa tawuran dan bullying ini terus terjadi meski sekolahnya baik," tutup Jazidie.