REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Konservasi Candi Borobudur pascaerupsi Gunung Merapi 2010 mendapat bantuan dari beberapa negara asing, seperti Jerman dan Australia.
"Bantuan yang masuk pascaerupsi Merapi ada dari Jerman dan Australia melalui UNESCO Kantor Jakarta. Bantuan itu merupakan dana hibah," kata Dirjen Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kacung Maridjan usai membuka "6th International Experts Meeting On Borobudur" di Magelang, Senin.
Tidak semua negara mengirim bantuan dalam bentuk uang. Jepang misalnya, juga mengirim bantuan tenaga ahli. Tidak hanya untuk konservasi Borobudur saja, tenaga ahli dari Jepang juga untuk konservasi warisan budaya lainnya.
Menurut dia, bantuan ini merupakan salah satu bentuk perhatian dari negara sahabat untuk Borobudur karena sejak tahun 1991 telah menjadi warisan dunia sehingga tidak bisa menolak.
Namun, katanya, yang lebih penting bantuan itu bukan hanya bernilai material uang, ada tenaga ahli yang juga berharga untuk transfer pengetahuan, teknologi, dan keterampilan untuk mengatasi masalah yang ada di Borobudur.
"Misalnya debu Merapi tidak sekadar dibersihkan lalu hilang, tetapi ada zat kimia apa, hal ini perlu ahli yang lain termasuk ahli hidrologi. Borobudur lokasinya di atas bukit, tengahnya ada tanah, sebaiknya rembesan air seperti apa," katanya.
Ia mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi riil Borobudur seperti apa.
"Kita tidak tahu Gunung Merapi akan meletus lagi atau tidak, jika iya kita harus mengatasinya seperti apa. Pertemuan ahli ini lebih pada implikasinya, seperti kalau debu pengaruhnya pada bebatuan Borobudur bagaimana, jika hujan deras pengaturan air ke bawah, drainasenya seperti apa. Ini perlu dievaluasi, jadi ahli hidrologi juga banyak bicara," katanya.
Kegiatan "6th International Experts Meeting On Borobudur berlangsung 10-14 November 2013 diikuti oleh 70 ahli cagar budaya dari Jepang, Jerman, dan Indonesia.