Senin 11 Nov 2013 19:03 WIB

Keluarga Korban Pelecehan Seksual Oknum Santri Pesantren Keluhkan KPAI

Pelecehan seksual terhadap anak (ilustrasi)
Pelecehan seksual terhadap anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pihak keluarga korban pelecehan seksual oleh oknum santri Pesantren Al-Bina Pebayuran, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mempertanyakan kinerja Komisi Perlindungan Anak yang hingga kini belum menindaklanjuti dugaan kasus tersebut.

"Dua anak kandung saya menjadi korban pelecehan seksual oleh santri seniornya pada Maret 2013 lalu. Tapi sejak laporan saya buat, belum juga ada tindak lanjutnya," kata Ibu kandung korban, Ria Tullah, di Bekasi, Senin (11/11).

Menurut dia, laporan tersebut dibuat pada 8 Mei 2013 bersamaan dengan pembuatan laporan kepada Polda Metro Jaya dengan nomor laporan TBL/1534/V/2013/PMJ/Ditreskrimum.

Dalam laporan tersebut, dua anaknya berinisial U (6 tahun) dan L (7) mengalami tindakan sodomi oleh seniornya berinisial MA santri kelas VI.

"Saya ingin kekerasan seksual yang menimpa anak-anakku ditelusuri dan dibuka terang benderang"? katanya.

Ria mengatakan kasus tersebut bermula ketika warga Kebon Nanas Utara, Jakarta Timur ini bermaksud memberi bingkisan kepada wali kelas II yakni Ustadz Abdul Wahid, pada 14 April 2013.

Namun, karena tak ada ditempat, ibu korban akhirya bertemu dengan isteri Ustadz Abdul Wahid. Dari perbincangan tersebut didapat informasi jika anaknya mengalami pelecehan yang dilakukan seniornya berinisial MA yang duduk di kelas enam.

"Istri ustaz itu bilang, si pelaku cuma pegang-pegang kemaluan anak saya. Tapi setelah dilakukan visum di RSCM Jakarta, hasilnya menyebutkan telah terjadi erosi pada lubang anus dengan keluhan nyeri," katanya.

Ria menyesalkan sikap pengurus pesantren yang terkesan tertutup terhadap keluarga demi menjaga nama baik yayasan. "Tak ada upaya sedikitpun dari pesantren menghubungiku. Anak-anak dibiarkan menderita demi menjaga nama baik yayasan pendidikan," ujarnya.

Menurut Ria, tersangka MA saat ini telah dikeluarkan dari pesantren akibat prilaku tersebut, namun belum ada kejelasan terkait sanksi hukum terhadap pelaku.

"Saya mungkin bodoh dan miskin, tapi belum gila untuk membiarkan anak-anak menderita. Saya ingin kasus ini diungkap supaya tidak ada lagi korban lain," lugasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement