Sabtu 09 Nov 2013 13:35 WIB

Stafsus Presiden Bantah SBY Bingung Hadapi Isu Penyadapan

Rep: Ira Sasmita/ Red: Djibril Muhammad
Staf Khusus Presiden bidang hubungan internasional Teuku Faizasyah
Staf Khusus Presiden bidang hubungan internasional Teuku Faizasyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf khusus presiden bidang luar negeri, Teuku Faizasyah membantah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bingung menghadapi isu penyadapan.

Menurut dia, SBY telah memberikan komando yang jelas dan mendelegasikan kewenangannya pada Kementerian Luar Negeri untuk menanggapi masalah tersebut.

"Justru dalam kondisi seperti ini tidak ada kebingungan dari presiden. Komando sudah jelas, ada proses pendelegasian kewenangan lewat Menteri Luar Negeri," kata Teuku dalam diskusi bertema 'Sadap Bikin Tak Sedap' di Cikini, Jakarta, Sabtu (9/11).

Menurut Teuku, Presiden SBY telah menginstruksi pada Menlu Marty Natalegawa untuk mengambil langkah-langkah terukur. Dengan memanggil Duta Besar Amerika Serikat dan Australia di Jakarta.

Dari pertemuan tersebut, pemerintah Indonesia menurutnya telah meminta AS dan Australia segera mengklarifikasi indikasi penyadapan yang mereka lakukan. Kedua kedubes tersebut telah melanjutkan permintaan klarifikasi ke ibu kota negara masing-masing.

"Selanjutnya kita akan mengikuti. Tapi mereka tidak membenarkan, tidak juga membantah," ujar Teuku.

Meski begitu, Teuku menyatakan, pemerintah Indonesia belum merencanakan akan mengambil langkah lebih lanjut bila respon yang diberikan kedua negara lambat. Karena, dalam konteks hubungan antar negara cara memberikan jawaban sangat beragam.

Pernyataan Menlu Marty Natalegawa tentang pengkajian ulang tukar-menukar informasi dengan kedua negara, menurut Teuku, tidak bisa diartikan kepada pemutusan hubungan diplomatik. Karena langkah apapun yang dikeluarkan pemerintah sifatnya harus terukur.

"Pernyataan kita akan review ulang kerja sama tukar menukar informasi itu kan sudah menjadi bentuk konsekuensi sendiri. Tapi bukan berarti hubungan diplomatik terpengaruh," ungkapnya.

Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ramadhan Pohan menilai langkah yang telah diambil pemerintah hingga saat ini sudah tepat.

"Sikap pemerintah melalui Menlu untuk meninjau kembali tukar-menukar informasi antar negara itu sudah keras," kata Ramadhan.

Namun, pemerintah menurutnya juga harus meminta klarifikasi lengkap dari AS dan Australia. Dengan mengedepankan keterbukaan dalam menjelaskan maksud dilakukannya penyadapan.

"Sekarang kita katakan pada Amerika Serikat dan Australia, the choice is yours. Bola nya ada di mereka," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement