Jumat 08 Nov 2013 11:23 WIB

Serikat Pekerja Ingatkan Resistensi Terhadap RPP BPJS

Ribuan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) saat menggelar aksi menuntut kenaikan UMK (ilustrasi).
Foto: Antara/Reno Esnir
Ribuan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) saat menggelar aksi menuntut kenaikan UMK (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta berdialog dengan serikat pekerja dalam pembahasan rancangan peraturan pemerintah tentang pelaksanaan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial agar tercipta peraturan yang aspiratif, prokesejahteraan pekerja dan tidak muncul resistensi.

Ketua Umum Serikat Pekerja Jamsostek Abdurahman Irsyadi menyatakan seharusnya pemerintah berdialog dengan perwakilan serikat pekerja sebelum RPP BPJS disahkan karena masa depan pekerja dipertaruhkan. "Dana yang dihimpun oleh BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan adalah dana pekerja dan sewajarnya pekerja dilibatkan dalam menyusun regulasi itu," kata Irsyadi dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Jumat (8/11).

"Sebelum RPP BPJS disahkan maka perlu uji material di kalangan pekerja agar substansinya benar-benar mengakomodasi kepetingan pekerja dan tidak terjadi resistensi di kemudian hari," tambah Irsyadi.

Sejumlah elemen pekerja di Jakarta yang tergabung dalam Aliansi Buruh dan Rakyat Indonesia (ABRI) meminta pemerintah terbuka dalam pembahasan RPP BPJS. ABRI terdiri dari Pusat aspirasi kaum buruh indonesia, Kaukus muda Indonesia (KMI), Persaudaraan pekerja muslim indonesia, Masyarakat peduli jaminan sosial, Serikat pekerja nasional, Petani buruh reformasi), Forum masayarakat peduli buruh, Komite aksi mahasiswa dan pemuda untuk demokrasi.

Juru bicara ABRI yang juga Sekjend KMI Rauf Qusyairi menyatakan tujuh RPP BPJS yang akan menjadi dasar pelaksanaan program jaminan sosial sangat strategis. Untuk itu pemerintah diminta mengajak semua elemen, utamanya buruh dan pelaksana program jaminan sosial dalam pembahasan RPP.

Ketujuh RPP itu mencakup penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan pensiun, tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemberi kerja, tata cara pengelolaan dana dan pengembangan investasi jaminan sosial, aset, dan hubungan antar lembaga. Ia juga menyoroti PT Jamsostek yang dinilainya selama ini berpengalaman dalam pengelolaan dana jaminan sosial khususnya jaminan sosial ketenagakerjaan.

Berdasarkan kondisi tersebut ABRI menyatakan sikap, pertama, meminta kepada pemerintah agar berhati-hati dalam membuat RPP BPJS. Secara khusus, mereka menyoroti anggota tim Kementerian Keuangan yang relatif muda dan kurang berpengalaman dan minim pemahaman tentang program jaminan sosial.

Kedua, ABRI melihat upaya- upaya pengkerdilan yang di lakukan pihak-pihak tertentu agar BPJS tidak bisa besar, bahkan terancam bangkrut dalam jangka panjang karena pembatasan pengelolaan dana dan investasi. PT Jamsostek (Persero) selama ini mengelola dana pekerja sebesar Rp 145 triliun dan memberi manfaat tambahan melalui program Dana Peningkatan Kesejahteraan Pekerja (DPKP), seperti beasiswa, renovasi rumah pekerja, pinjaman uang muka perumahan dan pinjaman pada koperasi karyawan.

Ketiga, ABRI meminta agar apa yang sudah di dapat oleh masyarakat pekerja saat ini jangan sampai berkurang dan harus terus bertambah. Jangan sampai tim RPP BPJS berfikir jangka pendek saja, karena terindikasi agenda asing tersembunyi dan sistematis berupaya menghancurkan tatanan sistem jaminan sosial dan perekonomian Indonesia.

Terakhir, mendesak tim RPP BPJS dari Kementerian Keuangan agar mempertimbangkan kajian tim BPJS antardepartemen dan Dewan Jaminan Sosial Nasional yang sudah mempertimbangkan pelaksanaan sistem jaminan sosial sesuai dengan kondisi dan struktur pekerja di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement