REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Para buruh yang tergabung dalam Kofenderasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Timur (Jatim) menolak ketetapan upah minimum kota (UMK) Kota Surabaya, Jatim sebesar Rp 2,2 juta per bulan.
Juru bicara Kofenderasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jatim Djamaludin mengatakan, UMK Kota Surabaya yang sebesar Rp 2,2 juta jauh dari kata layak dan dapat memenuhi biaya hidup.
"UMK itu hanya untuk buruh yang lajang. Namun UMK itu menjadi standar upah yang digunakan buruh untuk membiayai hidupnya dan kelauarganya,’’ ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (5/11) sore.
Djamaludin mengaku, Gubernur Jatim Soekarwo pada Oktober 2013 lalu sudah berjanji akan memperbaiki kualitas dan mutu kebutuhan hidup layak (KHL) yaitu komponen perumahan, listrik, dan transportasi. Jadi, mekanisme survei KHL yang menggunakan 60 komponen dinilainya sangat minim dan jauh dari layak.
"Jadi penetapan UMK tahun 2014 itu masih menggunakan aturan lama yaitu peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi (permenakertrans) nomor 13 tahun 2012,’’ ucapnya.
Pihaknya menegaskan, tetap menuntut UMK Kota Surabaya sebesar Rp 3 juta per bulan. Untuk itu, ketetapan UMK Surabaya sebesar Rp 2,2 juta harus direvisi dan pemerintah juga mengatur tunjangan keluarga.