Selasa 05 Nov 2013 10:18 WIB

UMK Surabaya Disetujui, Apindo Khawatirkan PHK Massal

Rep: RR Laeny Sulistywati/ Red: Yudha Manggala P Putra
Rupiah (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Rupiah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Surabaya, Jawa Timur khawatir upah minimum kota (UMK) Surabaya tahun 2014 yang telah disetujui sebesar Rp 2,2 juta per bulan dapat mengakibatkan perusahaan-perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan relokasi pabrik.

Menurut Anggota Dewan Pengupahan Apindo Surabaya Jonathan Sutrisno, UMK yang ditetapkan tidak realistis. Survei komponen yang ada di kebutuhan hidup layak (KHL) dianggap terlalu ekstrem. Sehingga hasil survey KHL itu dipandang tidak sesuai untuk dijadikan dasar UMK Surabaya.

‘’Banyak hal yang dilewati dan tidak dibahas di survei KHL itu. Mestinya survei KHL di tiga tempat yaitu Pasar Wonokromo, Pasar Rungkut, dan Pasar Balongsari sebagai pembanding,’’ katanya kepada Republika saat ditemui setelah acara penandatangan usulan UMK Kota Surabaya, Senin (4/11) sore.

Dia mengeluhkan pihaknya sudah dibebani dengan pungutan-pungutan liar ketika membuka perusahaan. Jika UMK naik, kata Jonathan, pihaknya khawatir perusahaan-perusahaan tidak mampu membayar upah karyawan sesuai UMK.

Dia mencontohkan, seorang office boy yang merupakan lulusan sekolah menengah pertama (SMP) harus dibayar sesuai UMK yaitu Rp 2,2 juta per bulan. Apalagi karyawannya yang merupakan lulusan strata satu (S1) yang tentunya digaji lebih tinggi dari UMK.

Belum lagi banyaknya barang impor yang masuk membuat para pengusaha sulit bersaing. Sehingga omzet yang diperoleh para pengusaha tidak bertambah.

‘’Sehingga kemungkinan PHK dan relokasi mungkin bisa terjadi. Persentase kemungkinannya sebesar 30 persen, terutama di semester I 2014,’’ tuturnya.

Tentu kenyataan tersebut berlawanan dengan tujuan perusahaan-perusahaan yang dapat mengurangi jumlah pengangguran dan menyejahterakan buruh. Dia menambahkan, sebenarnya UMK yang layak untuk buruh adalah sesuai dengan nilai KHL yaitu Rp 1.763.180,40 per bulan.

‘’Tetapi kalau gubernur Jawa Timur sudah memutuskannya (menjadi peraturan gubernur), artinya itu sudah menjadi kekuatan hukum tetap. Jadi mau tidak mau harus dipenuhi,’’ ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement