REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk merespon dinamika skandal global penyadapan dan spionase, sebaiknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) tentang penyadapan. Hal ini terkait dengan maraknya penyadapan yang dilakukan intelijen asing, yang bahkan bisa juga melibatkan pihak dalam negeri.
Menurut anggota DPR Komisi III dari Fraksi PKS, Fahri Hamzah, Perppu tersebut diperlukan, karena memang tidak adanya hukum yang khusus mengatur penyadapan sesuai amanah Keputusan Mahkamah Konstitusi No 5/PUU-VIII/2010.
Kewenangan penyadapan yang tersebar dalam begitu banyak UU seperti UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No 13 Tahun 2003 Terorisme, UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE, UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan UU No 17 Tahun 2011 tentang intelijen harus dirangkum dalam satu UU induk.
"Dengan demikian, semua itu ada kepastian hukum dan pengendalian penyadapan yang tidak saja dapat merugikan kebebasan sipi tetapi juga keamanan nasional," kata Fahri dalam pernyataannya, Sabtu (2/11).
Dia menduga, dengan teknologi telepon dan seluler yang makin nirkabel sekarang telah terjadi juga skandal besar pembocoran rahasia pribadi dan rahasia negara ke pihak lain.
Jadi, lanjutnya, sinyalemen Edward Snowden yang menggemparkan dunia ini harus disikapi dengan darurat penyadapan. "Presiden harus mengeluarkan Perppu, terutama untuk memantau aktivitas intelijen asing yang mengancam kedaulatan nasional."