Rabu 30 Oct 2013 19:03 WIB

Pemerintah Diminta Perbaiki Regulasi Soal Bansos

Rep: Achmad Islamy Jamil/ Red: Yudha Manggala P Putra
Dana Bansos
Foto: Antara
Dana Bansos

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencium adanya risiko penyimpangan dana hibah bantuan sosial (bansos) di daerah-daerah menjelang pilkada.

Hal ini juga dibenarkan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz. Untuk itu, ia meminta pemerintah agar memperbaiki regulasi soal hibah dan bansos.

“Saya pikir itu memang betul. Hibah dan bansos acap kali dijadikan modal politik oleh para incumbent,” ujarnya, Rabu (30/10).

Berdasarkan pantauan ICW, kata dia, kebanyakan kepala daerah petahana menaikkan alokasi dana bansos di tahun terakhir periode jabatan pertama mereka. Ini dilakukan untuk mengisi kantong-kantong logistik jejaring dan tim sukses mereka saat pilkada.

Soal berapa besar penyelewengan tersebut, bergantung pada kemampuan APBD di masing-masing daerah. Peningkatan dana bansos menjelang pilkada tersebut menurut Donal cukup beragam.

Seperti di Provinsi DKI Jakarta misalnya. Untuk 2011, mereka menganggarkan bansos sekitar Rp 900 miliar. Nah, untuk 2012, alokasinya dinaikkan menjadi Rp 1,4 triliun. Ini terjadi di masa kepemimpinan Fauzi Bowo, menjelang Pilgub DKI tahun lalu.

Selama ini, kata Donal lagi, penyaluran dana bansos nyaris tidak terkontrol sama sekali karena dari sisi regulasi pengawasannya memang masih lemah. Tidak adanya aturan terkait besaran bansos dalam APBN atau APBD yang dapat disalurkan dalam periode tertentu, juga membuka peluang bagi para incumbent untuk menaikkan alokasinya semau mereka saja menjelang pilkada.

“Karena itu, regulasi dari pemerintah terkait pengalokasian dan pengawasan bansos di daerah-daerah mesti diperbaiki lagi,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement