REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Iptu Indra Kusuma SH (37), oknum perwira polisi Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) yang didakwa menganiaya istrinya, Heni (34), disidangkan di Pengadilan Negeri Mataram, Selasa (29/10).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dina Kurniawati SH mendakwa Indra telah melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), baik secara fisik maupun psikis, melanggar pasal 44 ayat (1) dan (4), serta pasal 45 KUHP.
Pada sidang yang cukup menyita perhatian pengunjung itu, JPU menghadirkan beberapa orang saksi, di antaranya korban Heni.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Wahyu Setianingsih SH MH, saksi Heni mengatakan, sejak April 2010 suaminya sudah menunjukkan gelagat yang mencurigakan, seperti punya wanita idaman lain di luar rumah.
Dikatakan dia, terdakwa Indra saat itu jarang pulang ke rumah keluarga di kawasan Lingkar Asri Blok D RT 06, Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram, dan pernah mengatakan kalau Blackberry (BB) dan laptop miliknya hilang.
Belakangan, Heni malah menemukan benda-benda itu, dan betapa terkejutnya saat membuka BB dan laptop yang di dalamnya terdapat foto suami yang sedang berpelukan dengan perempuan lain.
"Ketika saya tanyakan siapa perempuan itu, dia menghindar dan menjawab nanti saja," kata Heni.
Dikatakan Heni, sejak itu masalah rumah tangganya terus meruncing karena suaminya terus merongrong minta uang, bahkan izin mau menikah lagi. Tidak hanya itu, Indra belakangan kerap melakukan tindak kekerasan dengan mencekik dan menjambak rambut korban.
Menurut perempuan yang berprofesi sebagai guru ini, kekerasan yang dialaminya terus berlanjut, namun ia tidak pernah berniat melaporkan perbuatan sang suami kepada atasannya, karena masih menyimpan perasaan sayang.
"Tetapi kesabaran saya mencapai puncaknya ketika pada 16 Oktober 2012, saya kembali menemukan foto suami bersama perempuan yang sama, yang tersimpan dalam handphone. Selain itu, saya juga menemukan bukti transfer uang ke seorang wanita, padahal Indra selalu mengaku banyak hutang," ucapnya mengeluh.
Setelah penemuan itu, kata Heni, dia memilih pergi untuk mencari perlindungan ke rumah kakaknya.
"Beberapa kali dia mencari, tapi saya tidak mau pulang lagi karena takut mengalami kekerasan lagi. Sampai akhirnya, Juni 2013, dia menalak saya. Saya tidak tahu lagi harus bagaimana, padahal beberapa kali saya berusaha mediasi, tapi selalu mental saja," ujar Heni.
Ketika hakim ketua bertanya apakah Heni sudah memaafkan perbuatan suami, perempuan itu terlihat mengangguk. "Saya sudah memaafkan dia, tapi tidak bermaksud kembali berumah tangga dengannya," katanya.
Setelah sidang berakhir, terlihat pemandangan yang cukup menyita perhatian pengunjung ketika Indra yang berjalan tertatih-tatih akibat penyakit tipus, mendatangi dan duduk di samping Heni.
Entah apa yang diucapkannya kepada perempuan itu. Tidak lama berselang, Indra menangis terisak-isak sembari menutup wajah dengan kedua tangannya.
Sementara, kepada awak media, Nurdin SH, penasihat hukum Indra menuturkan cukup puas dengan hasil persidangan, karena fakta hukumnya sudah menunjukkan kesesuaian.
"Harapan saya ada pembelajaran bagi kedua belah pihak ke depannya, sehingga rumah tangga mereka utuh kembali. Saya juga berusaha ada upaya perdamaian, baik secara lisan maupun tertulis," kata pengacara yang dikenal sebagai mitra Polda tersebut.
Untuk mendengarkan keterangan saksi yang lain, majelis hakim menunda persidangan hingga Kamis mendatang.