REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Partai politik dinilai ikut bertanggung jawab mencegah kemunculan suatu dinasti politik.
"Secara internal, parpol harus menetapkan pembatasan unsur kekerabatan atau kekeluargaan. Entah sebagai kader, pengurus, atau menduduki jabatan penting di parpol itu," kata pengamat komunikasi politik Universitas Diponegoro Semarang, Triyono Lukmantoro, Selasa (29/10).
Menurut pengajar FISIP Undip itu, kebijakan untuk membatasi unsur kekerabatan dalam parpol memang menjadi kebijakan masing-masing. Hanya saja seharusnya seluruh kader parpol memiliki kesadaran itu.
Alasannya, saat ini parpol yang memegang kunci dalam penentuan sejumlah jabatan mulai jabatan di parpol, jabatan di legislatif, DPRD kota, provinsi hingga DPR, dan pemerintahan daerah. "Sekarang ini parpol juga yang menentukan, seperti penetapan sebagai caleg DPRD kota/kabupaten, provinsi, hingga DPR, pengusungan calon kepala daerah, jabatan menteri, hingga calon Presiden," katanya.
Karena itu, Triyono mengatakan bahwa parpol memiliki andil besar sehingga bertanggung jawab untuk mencegah dan mengantisipasinya dengan melakukan pembatasan. Ia mengakui kebijakan pembatasan unsur kekerabatan dalam parpol sulit diambil jika dalam parpol yang bersangkutan sudah tercipta dinasti, atau tokoh sentral yang dianggap atau menganggap dirinya 'superior'.
"Mungkin, orang-orang yang menjadi bagian dinasti itu tidak rela jika parpolnya didominasi orang-orang luar. Ada perasaan superioritas. Merasa dinastinya berjasa terhadap kemajuan parpol," katanya.
Akan tetapi, katanya, perlu disadari bahwa kemajuan suatu parpol tidak hanya ditentukan oleh satu-dua orang atau satu-dua keluarga, melainkan ditentukan oleh seluruh komponen dalam parpol tersebut.
"Pengurus parpol harus sadar itu, termasuk mereka yang menjadi bagian dari dinasti politik. Buat peraturan, AD/ART parpol yang mengatur secara eksplisit membatasi unsur kekerabatan," katanya.