Ahad 27 Oct 2013 17:42 WIB

Buruh Inginkan Upah Dalam Angka yang Wajar

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Djibril Muhammad
  Dalam aksinya, para buruh menuntut penghapusan upah murah, menghapuskan tenaga alih daya (outsourcing) dan jaminan kesehatan buruh.
Dalam aksinya, para buruh menuntut penghapusan upah murah, menghapuskan tenaga alih daya (outsourcing) dan jaminan kesehatan buruh.

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN — Aksi buruh di Jawa Tengah diprediksi akan semakin masif jika gubernur menetapkan besaran upah dalam angka yang tak 'wajar' bagi kaum pekerja.

 

Reaksi ini bahkan bakal berkelanjutan manakala angka- angka yang ditetapkan dalam upah minimum kabupaten/ kota (UMK) belum 'menyenangkan' bagi para buruh.

 

Hal ini ditegaskan Ketua DPD Serikat Pekerja nasional (SPN) Jawa Tengah, Suparno saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Ahad (27/10).

 

SPN, jelas Suparno, akan mengawal proses penetapan upah di Jawa Tengah yang rencananya akan ditetapkan Gubernur Ganjar Pranowo, pada 20 Nopember 2013 nanti.

 

Sejauh ini, proses pembahasan untuk mencari formulasi angka 'terbaik' upah di Jawa Tengah tersebut masih terus dilakukan oleh stakeholder pengupahan serta guberur.

 

Terkait dengan hal ini, SPN Jawa Tengah tidak akan 'ngoyo' mematok besaran tertentu atas kenaikan upah untuk tahun 2014 nanti.

 

SPN hanya menginginkan formulasi dan besaran angka upah yang ideal bagi kesejahteraan para pekerja di Jawa Tengah.

 

"Kami tak akan menuntut harus naik sekian juta. Ini sudah kami sampaikan kepada gubernur, pada (24/10) lalu," katanya menegaskan.

 

Menurut Suparno, formulasi yang ideal ini akan sangat menentukan sikap kaum buruh. "Makanya jika kelak angka yang ditetapkan kurang menyenangkan, buruh akan terus turun ke jalan," katanya menambahkan.

 

Disinggung rencana Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang akan melakukan aksi mogok nasional, Suparno menegaskan SPN tetap akan fokus mengawal proses penetapan upah.

 

Artinya, SPN tidak akan ikut mogok dan tetap akan berkonsentrasi untuk  mengupayakan penetapan upah yang berpihak kepada kaum buruh.

 

Karena seruan untuk mogok nasional KSPI pada 31 Oktober dan 1 Nopember –secara teknis—dianggapnya belum jelas. "Apakah cukup mogok di rumah saja, berangkat ke tempat kerja tapi bekerja, atau tidak bekerja namun turun ke jalan, tidak ada kesepakatannya," kata Suparno menambahkan.  

 

Sebelumnya, terkait rencana aksi ini, Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Dwi Priyatno sudah mewanti- wanti para buruh tetap tertib dan substansi dalam mengawal aspirasi.

 

Buruh juga diimbau tidak melakukan penyisiran ke lokasi industri untuk megajak pekerja lain ikut bergabung turun ke jalan.

 

"Kami tegaskan, jangan ada ‘sweeping’ ke kantong- kantong buruh yang beraktivitas. Ini sudah bentuk pemaksaan kehendak," kata Kapolda.

 

Selain penyisiran, juga meminta buruh tidak melakukan tindakan yang mengganggu aktvitas masyarakat, seperti menutup akses jalan.

 

"Silakan sampaikan aspirasi sesuai dengan kerangka undang- undang yang berlaku. Sehingga substansi kepentingan buruh dapat ilakukan dengan tertib," katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement