Sabtu 26 Oct 2013 17:17 WIB

Soal Iklan Kampanye Parpol, KPI Berdalih Pengawasan Wewenang Bawaslu

Rep: ira sasmita/ Red: Taufik Rachman
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Foto: kpi
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) membantah disebut tidak bekerja dalam pengawasan iklan kampanye partai politik di lembaga penyiaran. Mekanisme pengawasan yang dilakukan KPI tidak terlepas dari peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Untuk menilai materi kampanye yang ada itu bukan KPI yang menetukan, tapi Bawaslu yang menentukan. Mekanismenya Bawaslu yang menilai iklan itu pelanggaran atau tidak, kalau iya, Bawaslu memberitahukan KPI dan KPI yang akan menegur lembaga penyiaran tersebut," kata Anggota KPI Judharik Sawan saat dihubungi Republika, Sabtu (26/10).

Hingga saat ini, menurut Judharik, KPI belum menerima laporan dari Bawaslu mengenai pelanggaran kampanye yang dilakukan partai politik. Sebab, penentuan pelanggaran kampanye itu sendiri sebenarnya telah diatur dalam Peraturan KPU nomor 15 tahun 2013.

Kampanye yang ditayangkan oleh lembaga penyiaran seperti televisi baru diperbolehkan 15 hari sebelum pemungutan suara dilakukan. Itu disebut kampanye terbuka dengam memanfaatkan media massa.

Beberapa iklan yang menampilkan tokoh parpol tertentu di televisi yang kerap ditayangkan selama ini, menurut Judharik bisa dinilai berdasarkan aturan tersebut. Apakah yang ditayangkan termasuk pelanggaran kampanye. Karena yang disebut melanggar harus memenuhi beberapa unsur dan bersifat akumulatif.

Definisi iklan kampanye sesuai dengan Peraturan KPU No.15 tahun 2013 dapat dilihat dari tiga unsur yakni subyek, adanya ajakan dan visi misi progam. Ketiga unsur tersebut merupakan poin penting dan sudah dianggap sebagai iklan kampanye.Misalnya menanyangkan logo, nomor partai, visi dan misi partai, serta bersifat ajakan.

"Memang yang kami rasakan selama ini aturan yang berlaku tidak secara rinci mengatur apa yang disebut kampanye atau tidak. Sehingga sebenarnya yang bisa dilihat dalam konteks ini, penggunaan frekuensi sebagai ranah publik," ujar Judharik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement