Sabtu 26 Oct 2013 15:57 WIB

Trauma Pemilu 2009 Picu Kisruh Soal DPT

Rep: ira sasmita/ Red: Taufik Rachman
Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Foto: Antara
Daftar Pemilih Tetap (DPT)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Suprianto mengatakan, konflik menyangkut daftar pemilih tetap (DPT) terjadi karena masih adanya trauma dari partai politik peserta pemilu. Trauma yang dipicu buruknya DPT pada pemilu periode sebelumnya sehingga hasil pemilu diragukan legitimasinya.

"Trauma pemilu 2009 yang DPT nya amburadul, sehigga caleg risau hal yang sama akan terulang. Walaupun KPU sudah bekerja lebih baik sebenarnya," kata Didik dalam diskusi bertema "Pesta Demokrasi 2014: Untuk Indonesia Lebih Baik" di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (26/10).

Kondisi traumatis itu, menurut Didik akhirnya membuat parpol tidak percaya DPT yang dikeluarkan KPU.Namun, di sisi lain, sebagai penyelenggara pemilu KPU juga masih menyisakan permasalahan dalam tata kelola. Terutama menyangkut sistem dan manajerial pemilu.

Dilihat dari sistem yang digunakan, KPU menggunakan sistem daftar pemilih yang berbeda dengan yang digunakan Kemengterian Dalam Negeri. Sehingga saat disinkronisasikan, ditemukan banyak perbedaan. Dan selisih jumlah pemilih yang akhirnya menimbulkan polemik.

Sebab, nomor induk kependudukan (NIK) yang didata Kemendagri menjadi salah satu syarat utama penduduk dinyatakan sebagai pemilih. Artinya, bila data pemilih KPU tidak menyertakan NIK, harus dicek kembali apakah data Kemendagri sebagai basis data pemilih telah benar.

Program KTP elektoronik yang digagas Kemendagri juga memiliki peranan dalam memicu masalah DPT. Sebab, jumlah desa dan kelurahan yang tidak tercatat dalam e-KTP, oleh KPU kemudian dimasukkan dalam pencatatan DPT. Sehingga ditemukan data pemilih yang masuk di sistem KPU, tetapi tidak ditemukan dalam sistem kependudukan Kemendagri.

Sementara dalam aspek manajerial, KPU masih berkutat dengan masalah anggaran dan pengaturan pembagian kerja secara kelembagaan.

"Dana belum turun sehingga petuga di lapangan tidak bekerja. Sementara KPU Provinsi, dankabupaten/kot abnayak yang baru dilantik sehingga tidak ada sistem kontrol yang maksimal," ujar Didik.

Meski begitu, KPU saat ini dinilai Didik telah bekerja cukup optimal dibandingkan KPU periode sebelumnya. Terbukti dengan dibentuknya sidalih yang merupakan rintisan dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia. Yang memungkinkan penduduk bisa mengakses statusnya sebagai pemilih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement