Rabu 23 Oct 2013 17:12 WIB

PPI Merasa Dianggap PKI Oleh SBY

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Mansyur Faqih
Anggota Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) (dari kiri) Sri Mulyono, Ma'mun Murod Al Barbasy, dan Carel Ticualu memberi keterangan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/10).
Foto: Yasin Habibi/Republika
Anggota Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) (dari kiri) Sri Mulyono, Ma'mun Murod Al Barbasy, dan Carel Ticualu memberi keterangan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) bentukan Anas Urbaningrum bereaksi keras terhadap pesan singkat (SMS) yang diduga dikirim oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada petinggi Partai Demokrat. Menurut PPI, isi SMS SBY itu mengejutkan. 

"Berlebihan kalau PPI dianggap mengancam pemerintahan dan Demokrat," kata Pengurus Pusat PPI, Ma'mun Murod Al-Barbasy di Jakarta, Rabu (23/10).

Ma'mun heran jika ormas seperti PPI dianggap sebagai ancaman Demokrat. Karena ancaman Demokrat sesungguhnya adalah partai peserta Pemilu di 2014. "Ancaman Demokrat itu Golkar, PDIP, dan Gerindra, bukan PPI. Itu anggapan salah alamat," ujarnya.

Perintah SBY menindak kader Demokrat yang terlibat sebagai pengurus PPI mestinya juga berlaku kepada semua yang terlibat dalam ormas lain. SBY, kata Ma'mun jangan menerapkan standar ganda kepada para kadernya. "Kalau misalnya Demokrat mau menindak kader di PPI, jangan standar ganda," katanya.

Ma'mun juga terkejut dengan wacana pembubaran PPI yang didengungkan Wakil Ketua Umum Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf. Menurutnya wacana pembubaran itu tidak mendasar karena selama ini PPI tidak merasa menyerang Demokrat. 

"Seolah-olah kami PKI. Kami tidak pernah menyerang Demokrat. Kami baik dengan kader-kader Demokrat," ujarnya.

Ma'mun pun menyatakan, PPI akan semakin kencang melancarkan kritik ke pemerintah lewat mekanisme-mekanisme yang sesuai asas demokrasi. "Kami tidak menghilangkan sikap kritis kami ke pemerintah. Kami justru malah semakin akan kencang Apa salah diskusi bicara soal meritokrasi dan politik dinasti?" paparnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement