Selasa 22 Oct 2013 17:30 WIB

4,5 Juta Pemilih Luar Negeri Terancam Tak Ikut Pemilu

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Anis Hidayah
Foto: Antara
Anis Hidayah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 4.5 juta pemilih yang berada di luar negeri tidak dapat menggunakan hak pilihnya pada pemilu 2014 mendatang. Karena hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN) pada 20 Oktober 2013, jutaan warga negara Indonesia tersebut belum tercatat.

"Hampir 60 persen buruh migran yang ada di luar negeri terancam tidak bisa memilih, karena KPU melalui PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri) hanya  mencatat 1,9 orang pemilih. Sedangkan mereka ada 6,5 juta orang yang tersebar di banyak negara," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah di Jakarta, Selasa (22/10).

Menurut Anis, 6,5 juta WNI tersebut dihimpun Migran Care berdasarkan data penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI), data pengiriman uang, dan data kasus yang didokumentasikan. Termasuk dalam legalisasi di berbagai Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).

Anis menilai, PPLN tidak melakukan upaya serius dalam memperbaiki DPTLN. Misalnya, ditemukan di Johor Baru dan Kota Kinibalu, Malaysia, ratusan nama yang harusnya tak terdaftar dalam DPT. 

 

"Di Johor baru, Kinibalu mash ditemukan anak berusia satu tahun, lalu ada 500 lebih anak berusia 15 tahun. Yang paling miris di Hongkong, ada anak usia satu, dua, dan tiga tahun, bahkan ada yang berusia 105 tahun dalam DPT," kata Anis.

PPLN, lanjut Anis, belum bisa mengantisipasi mobilitas pemilih luar negeri yang tinggi. Karena sebagian besar merupakan pekerja dengan waktu kontrak yang cukup singkat. Sehingga perpindahan mereka cepat.

Padahal, menurutnya, KPU bisa memaksimalkan jaringan kelembagaan seperti Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BN2PTKI), Dirjen Imigrasi, dan Kementerian Luar Negeri. Sehingga mobilitas pemilih bisa dilacak dan disesuaikan dengan DPTLN.

Lemahnya kinerja PPLN, Anis melanjutkan, juga ditambah dengan mandulnya fungsi pengawasan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Kami lihat Bawaslu kurang greget memantau dan memastikan penetapan DPT di luar negeri. Pengawasannya masih lemah. Kami enggak tahu apakah panwas sudah terbentuk atau belum," ujar dia.

Pengalaman pemilu periode 2009, ujar Anis, panwaslu di luar negeri baru terbentuk tiga hari sebelum pemungutan suara berlangsung. Menjelang DPT direkapitulasi secara nasional, dianggap mustahil bagi KPU dapat menemukan jutaan orang hanya dalam satu hari dan mencatatnya dalam DPTLN. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement