REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan daftar pemilih tetap (DPT) tingkat nasional tetap akan direkapitulasi dan ditetapkan pada 23 Oktober 2013. Namun, KPU masih membuka kemungkinan perubahan data bila ditemukan data bermasalah setelah tanggal tersebut.
"Apa boleh buat, kalau masih ada masalah tentu akan kami perbaiki, tidak bisa kami pelihara data yang jelas salah. Kalau yang baru masuk daftar pemilih khusus," kata Komsioner KPU Hadar Nafis Gumay, di kantor KPU, Jakarta, Senin (21/10).
Namun, perubahan tersebut akan mempengaruhi tahapan lain yang tengah berjalan. Misalnya pengadaan logistik menyangkut jumlah surat suara.
Tetapi, Hadar melanjutkan, berdasarkan rekapitulasi DPT yang telah dilakukan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, data bermasalah telah dibersihkan. Catatan-catatan dari pengawas pun telah direspon KPU daerah. KPU juga telah menyisir data bermasalah.
Seperti data ganda, pemilih tanpa nomor induk kependudukan (NIK), dan pemilih tanpa alamat tempat tinggal. Semua itu dilakukan melalui pembersihan di sistem informasi daftar pemilih (sidalih).
"Kegandaan masih ada memang, mungkin sekitar 111 ribuan. Ini sangat mungkin terjadi karena ada daerah-daerah yang baru masuk, yang belum sanggup membersihkannya. Tapi data yang lama, sudah bersih," ujar Hadar.
Sisa waktu dua hari,menurut Hadar akan dimaksimalkan KPU untuk membersihkan data yang telah dimutakhirkan dan dicek KPU di lapangan. Bila ada masukan dari Bawaslu atau kemendagri, dia meminta sebaiknya koreksi harus spesifik. Agar masukan tersebut bisa diklarifikasi dan diubah petugas KPU secara langsung dan cepat.
KPU, lanjut dia, tetap akan fokus terhadap perbaikan data versi sendiri yang telah dimasukkan ke dalam sidalih. Karena bila harus mensinkronkan kembali dengan data dari Kemendagri, dipastikan akan selalu ditemukan perbedaan jumlah. Begitu pula bila selalu menyesuaikan dengan temuan Bawalsu.
Faktanya, ujarnya, kerap kali temuan Bawaslu berdasarkan data pemilih lama. Yang sebenarnya sudah diperbaiki KPU saat ini.
"Kami sudah berhenti untuk memeriksa itu (sinkronisasi dengan data Kemendagri), kami memeriksa data kami sendiri saja. Bahwa ada masyarakat di lapangan yang tidak punya NIK, itu memang ada saja. Jadi kami juga tidak punya energi banyak untuk mengutak-atik data itu," ungkapnya.