Ahad 20 Oct 2013 14:35 WIB

Kinerja Pemerintah Mengecewakan, Amunisi Demokrat Tersisa di Konvensi

Rep: Ira Sasmita/ Red: Heri Ruslan
Konvensi Capres Partai Demokrat
Foto: Wihdan Hidayat Pieris/Republika
Konvensi Capres Partai Demokrat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil jajak pendapat yang dilakukan Pol-Trancking Institute menunjukkan 51.5 responden menyatakan tidak puas terhadap kinerja pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.

Ketidakpuasan tersebut meliputi hampir semua aspek, seperti ekonomi, hukum, keamanan, kesehatan, hingga pendidikan.

Direktur Eksekutif Pol-Tracking Hanta Yuda mengatakan, ketidakpuasan masyarakat tersebut menjadi gambaran terjadinya degradasi pada pemerintah yang dipimpin SBY. Secara politis, kebijakan yang dikeluarkan SBY pada masa kepemimpinannya yang telah berjalan selama sembilan bulan tidak menguntungkan bagi Partai Demokrat.

Kebijakan ekonomi yang dikeluarkan seperti bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) tidak dapat menahan laju turunnya elektabilitas Partai Demokrat.

"Amunisi Demokrat tersisa di konvensi. Kalau di pemerintah sudah engga kuat sepertinya," kata Hanta saat membahas hasil survei Pol-Tracking di Jakarta, Ahad (20/10).

Jajak pendapat dilakukan pada 2010 responden dengan margin error 2.19 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Populasi survei merupakan warga negara Indonesia yang sudah mempunyai hak pilih. Yakni warga yang berusia minimal 17 tahun atau sudah menikah saat survei dilakukan.

Poltracking melakukan jajak pendapat dengan metode pengumpulan data melalui wawancara secara tatap muka menggunakan kuosioner. Survei dilaksanakan pada 13-23 September 2013 secara serentak di 33 provinsi.

Sebanyak 51.5 persen reponden menyatakan tidak puas atas kinerja SBY. Pernyataan puas hanya disampaikan 40.5 persen responden, sementara 8 persen menjawab tidak tahu.

Permasalahan pokok pemerintah SBY-Boediono yang memicu ketidakpuasan masyarakat adalah harga-harga kebutuhan pokok yang semakin mahal, yang dirasakan 57.3 persen responden. Sulit mencari lapangan kerja (12.7 persen), biaya pendidikan mahal (10.4 persen), biaya berobat/kesehatan (5.4 persen), sarana transportasi (3.3 persen). Sementara 6.4 persen menjawab tidak tahu, dan 4.5 persen responden mengemukakan masalah lainnya.

Direktur Riset Pol-Tracking, Arya Budi mengatakan, secara umum persepsi yang dihadapi masyarakat meliputi tiga masalah. Yakni harga bahan pokok, biaya berobat, dan biaya pendidikan.

"91 persen publik mengeluhkan harga kebutuhan pokok yang semakin mahal. Artinya, harga kebutuhan pokok dan kebijakan ekonomi akan sangat mempengaruhi persepsi publik terhadap kinerja SBY-Boediono di bidang ekonomi," kata dia.

Hal itu terlihat ketika responden ditanyakan perspesi kepuasan berdasarkan bidang-bidang yang dijalankan pemerintah SBY-Boediono. Tingkat ketidakpuasan di bidang ekonomi (70.9 persen), bidang hukum (57.7 persen), bidang keamanan (45.8 persen), bidang kesehatan (43.4 persen), dan bidang pendidikan (37.3 persen).

"Ketidakpuasan di bidang ekonomi dan hukum paling tinggi, artinya SBY dinilai lemah menangani dua bidang ini. Di bidang hukum, masyarakat belum melihat koordinasi sistematik antara kepolisian dan kejaksaan maupun KPK dalam memberantas korupsi," kata Arya.

Di bidang keamanan, lanjut Arya, masyarakat juga melihat tingkat kriminalitas dan premanisme masih tinggi. Di saat yang sama, aparat keamanan juga belum mampu menghadirkan rasa aman, bahkan teror terhadap anggota polisi meningkat.

Di bidang kesehatan, ketidakpuasan masyarakat disebabkan biaya berobat dan pelayanan kesehatan masih lemah. Meski tingkat ketidakpuasan di bawah 50 persen. Sementara di bidang pendidikan, kepuasan masyarakat cukup tinggi mencapai 53 persen.

"Ini karena meningkatnya insentif yang diberikan kepada pendidik dan besarnya anggaran pendidikan dalam membantu peserta didik yang kurang mampu," jelas Arya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement