Jumat 18 Oct 2013 17:51 WIB

Lion Air Mengaku Lalai

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Mansyur Faqih
Pesawat Lion Air
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Pesawat Lion Air

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maskapai Lion Air mengaku lalai atas keterlambatan penerbangan hingga lebih dari empat jam pada Kamis (17/10) malam. Alasan keterlambatan adalah salah memprediksi waktu ganti ban pesawat dan kurang cermat dalam memelajari aturan.

Direktur Umum Lion Air Edward Sirait mengungkapkan, pada Kamis itu beberapa penerbangan mengalami keterlambatan dari jadwal yang direncanakan. ''Khususnya rute penerbangan Jakarta - Ujung Pandang, Jakarta - Padang, Jakarta - Batam, Jakarta - Surabaya  mengalami  penundaan  lebih dari empat jam,'' kata dia pada jumpa pers di Kantor Lion Air, Jakarta, (18/10) sore.

Menurut Edward, keterlambatan itu sudah diperkirakan sebelumnya. Keterlambatan terjadi disebabkan oleh kekurangan persediaan ban pesawat.

Pihaknya, kata dia, kurang cermat dalam memperpanjang perizinan sehingga empat kontainer yang berisi 800 ban pesawat tertahan di pelabuhan Tanjung Priok. Karena itu penggantian ban harus terkendala dan berdampak pada keterlambatan pesawat karena proses penukaran pesawat. 

Maskapai berlambang singa itu akhirnya memutuskan untuk tidak mengoperasikan pesawat demi keselamatan penerbangan.

Kekurangan persediaan ban pesawat tersebut, ujar Edward, terjadi karena adanya proses administrasi dan dokumentasi tambahan yang harus dilengkapi dan  dipenuhi. Khususnya,  importasi ban pesawat yang diproses melalui rekondisi (Re-treat).

Kejadian tersebut juga kebetulan bertepatan dengan adanya libur panjang Hari Raya Idul Adha. Saat ini ban pesawat yang diimpor masih dalam proses penyelesaian administrasi dan dokumentasi di pelabuhan Tanjung Priok.  

Dia menerangkan, untuk mengatasi dan memenuhi ketersediaan dan kebutuhan ban pesawat juga mendukung operasional penerbangan, pihaknya sudah mengimpor ban pesawat yang  baru  dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan kargo udara dan telah juga mendapat rekomendasi dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara  untuk diberikan izin mengimpor ban pesawat hasil proses rekondisi (re-treat). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement