REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) kembali digelar, Kamis (17/10) siang. Rapat tersebut difokuskan kepada peninjauan kerja sama antara KPU dan Lemsaneg yang sudah disepakati melalui penekanan MoU pada 24 September lalu.
Komisi II meminta Lemsaneg kembali menjelaskan urgensi keikutsertaan mereka dalam pengamanan data pemilu. Namun, rapat yang mulanya terbuka tersebut tiba-tiba diputuskan tertutup.
"Untuk menjelaskan bagaimana sebenarnya pengamanan data itu terjadi, kami akan jelaskan. Tapi dalam forum tertutup," kata Kepala Lemsaneg, Mayjen TNI Djoko Setiadi, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (17/10).
Permintaan itu ditentang oleh anggota Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan, Rahadi Zakaria. Menurutnya, selama ini keterbukaan menjadi aspek yang diinginkan semua pemangku kepentingan dari kerja sama tersebut. Karena pemilu yang dijalankan KPU merupakan pesta demokrasi dengan sifat yang sangat terbuka.
"Kalau wartawan dilarang, ini kan tambah lucu. Kita sendiri yang minta agar semuanya dibuka, tapi ini kok malah tertutup. Kan tinggal dibilang off the record, tapi mereka mengetahui prosesnya," kata Rahadi.
Namun, Djoko tetap bersikukuh penjelasan mengenai cara kerja Lemsaneg dilakukan tertutup. Bagaimana mekanisme pengamanan berlangsung, menurutnya bisa dirangkum dan dijelaskan DPR dan KPU ke publik setelah itu.
Atas permintaan Lemsaneg, pimpinan sidang, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo menyetujui rapat digelar tertutup. "Kalau memang dinilai Lemsaneg harus tertutup kita ikuti saja dulu," kata Arif.
Kerja sama antara KPU dan Lemsaneg mendapat kritikan pedas dari berbagai kalangan. Seperti partai politik dan lembaga sosial masyarakat (LSM). Muncul desakan yang kuat agar kerja sama tersebut ditinjau ulang, dan dibatalkan.