REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Perdagangan orang tidak pantas dilakukan di Negara yang berdasarkan Pancasila dan kita berkomitmen dalam pemberantasan perdagangan orang karena tidak sesuai dengan hak asasi manusia (HAM).
Demikian dikatakan anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Martin Hutabarat, di depan forum diskusi publik bertajuk “Membangun dan Memperkuat Kolaborasi Stakeholder dalam Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (17/10).
Saat ini, warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri ada sekitar 7 juta orang, dan sebagian merupakan hasil dari tindak penjualan orang (human trafficking). "Perdagangan manusia akan berdampak pada banyak hal, termasuk nama baik bangsa dan negara," tambah Saiful Muzani, Ketua Fraksi Partai Gerindra.
Ketua Umum Senkom Mitra Polri, HM Sirot, yang hadir dalam acara itu mengatakan pihaknya siap membantu pemerintah dalam pengawasan perdagangan orang, baik di kota-kota transit hingga di perbatasan.
"Anggota Senkom ada di seluruh Indonesia, di seluruh kabupaten di 34 provinsi. Belum lama ini kami juga melakukan upaya penyelamatan terhadap korban diduga upaya tindakan //trafficking// yang melibatkan oknum-oknum dengan kedok Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI)," kata Sirot.
Dalam sambutannya, pengusaha terkemuka Hasyim Djojohadikusumo mengapresiasi peran Senkom Mitra Polri yang dalam kegiatannya mendampingi penegak hukum. "Saya pribadi minta kepada Senkom untuk membantu Polri dan kejaksaan dalam mengawasi kejahatan perdagangan manusia ini," pinta Hasyim.
Hasyim juga mengungkapkan keprihatinannya karena hanya ada lima penyidik ahli kasus perdagangan orang dimiliki negara ini. Diantara kota transit perdagangan orang di Indonesia dimana Senkom Mitra Polri dituntut meningkatkan perannya, antara lain Pekanbaru, Dumai, Tanjung Balai Karimun. Di Kalimantan antara lain Pontianak, Entikong, termasuk Nunukan dan Tarakan di Kalimantan Utara, serta Bitung di Sulawesi Utara.