REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Pada 7 hingga 9 Oktober 2013 telah berlangsung pertemuan tahunan ke-14 produsen Vaksin Negara Berkembang atau 14th Annual General Meeting DCVMN (Developing Countries Vaccine Manufacturers Network).
Vabiotech Vietnam sebagai tuan rumah kegiatan yang diadakan rutin setiap satu tahun sekali ini. Indonesia dipercaya untukmemimpin DCVMN, melalui Mahendra Suhardono,selaku Presiden DCVMN 2012-114, yang juga Direktur Pemasaran Bio Farma.
DCVMN ke-14 tersebut dihadiri oleh sekitar 200 orang yang terdiri perwakilan 38 produsen vaksin dari 14 negara,juga hadir organisasi Internasional seperti UNICEF, GAVI (Global Alliance for Vaccine Initiative), Bill & Melinda Gates Foundation. Pada kesempatan tersebut, Bio Farma mengajak Negara – Negara berkembang untuk meningkatkan kerja sama di bidang vaksin, baik produk akhir maupun produk intermediate (Bulk).
Menurut M Rahman Rustan, Corporate Secretary PT Bio Farma, Pertemuan DCVMN tersebut berupa sharing tentang perkembanganteknologi, sharing untuk issue global sehingga bisa diantisipasi oleh negara berkembang, terjalinnya kepercayaan dan kerja sama bilateral. Contohnya Vietnam sudah minta bantuan Bio Farma untukbantu penyediaan Vaksin Pentabio (Difteri, Tetanus, Pertusis, Hepatitis B dan Haemophilus influenza tipe B) selain itu sudah ada kepercayan dari lembaga internasional, GAVI (Global Alliance VaccineInitiative), UNICEF dan Bill and Melinda Gates Foundation.
''Walaupun sesama produsen vaksin saling bersaing, Bio Farma tidak khawatir kehilangan pasar, karena perkembangan pola penyakit selalu muncul,'' ungkap Rahman. Selain itu, kata dia, kewajiban untuk memberantas penyakit menular, bukan hanya kewajiban di satu negara, contoh jamaah haji berkumpul di satu titik, dapat berpotensi menularkan virus dan bakteri, sehingga kebutuhannya cukup besar, kapasitas kebutuhan vaksin belum dapat dipenuhi oleh satu perusahaan, perlu saling mendukung untuk penyediaan vaksin.
Mengenai Virus Corona, Rahman menambahkan bahwa kemampuan virus bermutasi sangat cepat, namun waktu yang dibutuhkan untuk riset vaksin baru memerlukan waktu 12 tahun. "Kita harus berani mengambil langkah sinergi dan kolaborasi riset, sekarang sedang dijajaki dengan negara-negara yang memiliki potensi riset, seperti Malaysia, Iran, dan Pakistan,'' ujarnya.
Bio Farma juga akan menjadi narasumber untuk pertemuan negara Islam (OrganizationIslamic Cooperation – OIC) di Jakarta pada akhir Oktober 2013 ini. Karena dari 57 negara Islam, baru Indonesia melalui Bio Farma yang 12 produknya telah mendapatkan pra kualifikasi Badan Kesehatan Dunia (WHO).
"Memenuhi Pra-Kualifikasi WHO bukan perkara yang mudah, quality management system juga harus memenuhi standar yang ketat, ada perubahan prosedur ada mekanisme pelaporan tertentu, selain produk, fasilitas, bangunan, lay out, yang harusmemenuhi standar internasional, juga karyawan sudah terkualifikasi sesuai standar Internasional,'' kata Rahman.