Kamis 17 Oct 2013 00:21 WIB

Masyarakat Batam Deklarasikan Mabap SHM

Batam. Ilustrasi
Foto: humasbatam.com
Batam. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Batam Pemohon Sertifikat Hak Milik (Mabap SHM) resmi dideklarasikan, Rabu (16/10).

Perwakilan puluhan masyarakat Batam dan orang Batam yang bekerja di Jakarta menghadiri pendeklarasian tersebut. Ketua umum Mabap SHM Joller Sitorus menjelaskan, Mabap SHM didirikan untuk menegakkan hak memilik pemukiman bagi warga Batam.

"Secara teknis kami mendirikan posko pengaduan dan pusat informasi Mabap SHM di Jodoh Square II Blok CC No 5, telephone 0778425986 Kota Batam. Karena saat ini di Batam masalah pemukiman terganggu oleh aturan Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Pertanahan Nasional (BPN)," kata Joller Sitorus saat deklarasi di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Rabu (16/10).

Joller berujar, selain di Batam pihaknya juga membuka pusat informasi di Lyon Garden 7E Apartemen Mall of Indonesia (MOI) Kelapa Gading, Jakarta Utara dengan nomer pengaduan 081381933303-081316702378-085264181567.

Dikatakan Joller, Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.463/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas 124.775 hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas 86.663 hektar dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas 1.834 Hektar di Provinsi Kepulauan Riau tanggal 27 Juni 2013 yang ditandatangi Zulkifli Hasan, menjadi petaka yang memalukan bagi Pemerintah wilayah baru Kepulauan Riau, tepatnya bagi Pemerintah Kota Batam yang baru seumur jagung.

"Kami yang tinggal di Kota Batam sebagai pemilik atau sedang mengkredit rumah atau tempat usaha merasa bahwa SK itu adalah suatu petaka kemanusiaan," ujarnya.

SK tersebut, kata Joller, merupakan petaka karena kawasan rumah mereka di Kota Batam sekarang di mata Pemerintah Pusat adalah kawasan hutan. "Petaka itu terjadi tentu bukan karena Menhut semata-mata mengeluarkan SK. Namun, karena Menteri mendapatkan masukan yang salah," tuturnya.

Ia berharap masyarakat Batam yang mengalami hal serupa berkenan ikut bergabung karena persamaan nasib.

"Bagi kami, keputusan Menteri Kehutanan itu adalah suatu kebijakan Pemerintah Pusat sebagai akibat dari suatu rangkaian maladministrasi oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Maka sudah selayaknya kesalahan mereka harus kami sikapi dengan tegas sesuai perundang-undangan yang berlaku," tutup Joller Sitorus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement