Rabu 16 Oct 2013 20:17 WIB

PPP: Lebih Baik Merevisi UU MK daripada Membuat Perppu

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Djibril Muhammad
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi PPP Arwani Thomafi mengatakan, dengan ditangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar oleh KPK banyak masyarakat yang kecewa. Ini menjadi momentum  untuk melakukan evaluasi terhadap MK.

Untuk mengembalikan marwah MK, ujar Arwani, maka sebaiknya dilakukan revisi terhadap Undang-undang MK. Ia yakin kalau semua fraksi dan pemerintah sepakat membahas ini maka bisa diselesaikan dalam satu atau dua kali sidang.

"Revisi UU MK tidak akan lama jika semua serius membahas," katanya di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, (16/10).

Jangan sampai, kata Arwani, bersikap emosional, apalagi sampai membubarkan MK akibat kecewa terhadap persoalan di MK sebab ini malah akan menimbulkan persoalan baru. Prinsip-prinsip ketatanegaraan merupakan prinsip utama dalam memperbaiki MK agar bisa berperan sesuai fungsinya.

Menurut Arwani, pengeluaran Perppu sudah kehilangan momentum sebab saat ini sudah dua minggu dari kejadian tertangkanya Ketua MK. Maka harus diutamakan untuk merevisi UU MK.

Empat isu penting yang diusulkan Fraksi PPP dalam merevisi UU MK, terang Arwani antara lain, rekruitmen hakim MK yang diajukan DPR, Presiden dan Mahkamah Agung harus dilakukan melalui mekanisme internal yang berfungsi menyeleksi calon hakim. Proses seleksi sendiri harus transparan dan akuntabel.

Syarat hakim MK, ujar Arwani, antara lain hakim MK harus memiliki integritas, kepribadian tidak tercela, adil, negarawan, menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.

Selain itu tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara. UU MK harus mampu menjabarkan segenap persyaratan konstitusional yang dimaksud.

Majelis Kehormatan Hakim (MKH), Arwani menerangkan, harus dibuat secara permanen. Majelis ini terdiri dari seorang hakim MK dan empat ahli yang terjaga independensinya dan imparsialitasnya dan dipilih secara transparan dan akuntabel.

"MKH ini juga harus memberikan laporan terhadap proses dan hasil pemeriksaannya terhadap hakim konstitusi secara periodik. Mereka juga menjadi wadah untuk menerima laporan masyarakat jika ada hakim konstitusi yang terindikasi melakukan kecurangan sehingga hal-hal buruk yang akan terjadi di MK bisa dicegah," kata Arwani.

Guna menjaga kemerdekaan hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan, terang Arwani, komposisi panel hakim untuk menangani perkara sengketa pemilukada harus selalu berubah.

Tidak boleh ada komposisi panel hakim yang permanen yang hanya ditentukan oleh Ketua MK dengan komposisi hakim yang tidak berubah.

"Komposisi panel hakim harus ditentukan oleh rapat permusyawaratan hakim yang diikuti oleh seluruh hakim. Setiap hakim tidak boleh menangani kasus yang berpotensi menilmbulkan konflik kepentingan pribadi, misalnya hakim dari Jawa Tengah tidak boleh menangani kasus sengketa pemilukada Jateng," kata Arwani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement