REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Gungun Heryanto, menilai kegaduhan politik di internal koalisi disebabkan orientasi koalisi yang bersifat transaksional. Koalisi tidak dibangun dengan platform yang jelas melainkan sebatas pembagian jatah kekuasaan di antara partai koalisi.
"Jadi koalisi sejak lama tak berorientasi pada efektivitas pemerintahan," kata Gungun ketika dihubungi, Rabu (16/10). Gungun mengatakan, Presiden SBY selaku pimpinan koalisi tidak mampu mengoptimalkan peran koalisi. SBY cenderung hanya menjadikan koalisi sebatas pada politik perimbangan.
Berkaca dari situasi semacam, itu Gungun mengatakan bubarnya koalisi menuju Pemilu 2014 hanya tinggal menunggu waktu. "Dan secara substansial sesungguhnya koalisi ini sudah bubar," ujarnya.
Belakangan Gugun melihat banyak agenda-agenda SBY yang tak didukung mitra koalisinya. Ini menjadi pertanda bakal tercipta hubungan antagonistik antarmitra koalisi jelang Pemilu 2014. "Sudah tak terhindarkan," katanya.
Dalam situasi yang antagonistik, baik SBY maupun partai koalisi tidak akan berani bersikap tegas satu sama lain untuk keluar dari kabinet. SBY cenderung akan membiarkan partai-partai yang tidak sejalan dengannya tetap berada di kabinet. Pun sebaliknya, partai politik akan terus bertahan di kabinet mengikuti langgam politik SBY yang tidak jelas. "Sudah lama PKS berbeda tapi SBY cenderung membiarkan hingga akhir kekuasaan," ujarnya.
Sikap tidak tegas antara SBY dan mitra koalisi terjadi karena mereka memainkan politik saling mengunci. "SBY memanfaatkan posisi PKS untuk tetap menjaga posisinya hingga 2014, sementara PKS juga tetap punya konsesi atas posisinya di kabinet SBY," katanya.