Selasa 15 Oct 2013 16:28 WIB

Antisipasi Krisis AS, Pemerintah Diminta Tambah Cadangan Devisa

Rep: Friska Yolandha/ Red: Fernan Rahadi
'Governmet Shutdown' di Amerika Serikat (ilustrasi)
Foto: news.yahoo.com
'Governmet Shutdown' di Amerika Serikat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia diminta untuk mewaspadai problematika yang dihadapi oleh Amerika Serikat (AS). Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengungkapkan pemerintah harus berupaya menambah cadangan devisa (cadev).

"Sekarang cadev kita 96 miliar dolar AS. Sementara itu kita pernah memiliki 124,7 miilar dolar. Dengan bantalan dari Korea 10 miliar dolar dan Cina 15 miliar dolar, rasanya cukup," ujar Tony kepada Republika, Selasa (15/10).

Pemerintah juga diminta untuk mempertahankan surplus perdagangan seperti yang dicapai pada Agustus 2013, meskipun angkanya kecil. Dengan terus mendorong ekspor dan menekan impor, Tony meyakini tekanan ke cadev akan berkurang secara perlahan. Bantalan cadev sangat baik membantu negara di tengah situasi yang tidak pasti.

Perbankan juga perlu waspada dan berhati-hati dalam menyalurkan kredit, apalagi dalam bentuk valuta asing. "Perbankan harus menjaga rasio kecukupan modal (CAR) agar kuat menghadapi gempuran krisis," kata Tony.

Kepala ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk Ryan Kiryanto menilai parlemen AS dan pemerintahan Presiden Barack Obama harus segera menyepakati plafon utang atau debt ceiling agar shutdown segera berakhir. Berakhirnya penghentian sementara pemerintahan akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian global.

Ryan menilai tidak ada gunanya Demokrat dan Republik saling ngotot dengan kehendak masing-masin. Taruhannya adalah ekonomi AS itu sendiri. "Indonesia akan terkena imbas jika masalah debt ceiling tidak tuntas sampai 17 Oktober. Permintaan impor dari AS akan seret dan mengganggu ekspor kita," kata Ryan.

Ahli anggaran dari Bipartisan Policy Center di Washington Steve Bell mengungkapkan krisis ekonomi akan melanda AS jika Washington tidak mencapai kesepatakan plafon utang. Tanpa menaikkan plafon utang, pemerintah tidak akan mampu lagi menambah utang nasional dan hanya akan bergantung pada pendapatan yang masuk dan dana tunai 30 miliar dolar AS untuk membayar obligasi negara.

"Menekan plafon utang akan menyebabkan negara jatuh dalam resesi selanjutnya," ujar ekonom Macroeconomic Advisers Joel Prakken. Apabila AS kehabisan uang tunai untuk membayar obligasi, maka negara tersebut akan mengalami default atau gagal bayar. Efeknya akan merembet ke ekonomi global, baik negara berkembang maupun negara maju.

Awal Oktober pemerintah AS menutup sementara layanan pemerintahan menyusul serangkaian perdebatan antara parlemen, senat dan Gedung Putih. Pemerintah AS gagal mencapai kesepakatan untuk menaikkan plafon utang sedangkan kesepakatan sudah harus dicapai pada 17 Oktober 2013. Saat ini utang AS yang jatuh tempo pada 17 Oktober 2013 mencapai 16,7 triliun dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement