REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah raga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang sebenarnya sudah dimulai sejak Adhyaksa Dault menjabat sebagai Menpora. Namun rencana pembangunan itu tidak pernah terjadi hingga ia lengser dari jabatannya pada 2009.
Adhyaksa mengatakan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat itu masih belum menerbitkan sertifikat lahan Hambalang, sehingga pembangunan urung terjadi. Ketika sudah mendekati akhir masa jabatannya, Adhyaksa pun mengusulkan penganggarannya ke DPR karena rencana pembangunan sudah ada.
"Rp 125 miliar. Tapi itu dibintangi," kata dia, saat dihubungi Republika, Ahad (13/10).
Maksud pembintangan itu, kata Adhyaksa, karena sertifikat tanah belum keluar. Danapun tidak bisa dicairkan. Dana Rp 125 miliar itu jadinya hanya titipan untuk menteri selanjutnya. "Supaya pas menteri yang akan datang sertifikatnya sudah ada, dana ada bisa cair, tinggal bangun," kata dia.
Anggaran itu, menurut Adhyaksa, diajukan dalam skema single year. Ia tidak mengetahui kemudian saat Andi Mallarangeng menjadi penggantinya skema penganggaran berubah menjadi multiyears. Dana untuk proyek di Hambalang pun membengkak menjadi triliunan rupiah. "Saya kaget, karena dulu itu single year," ujar dia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya turun tangan terkait proyek di Hambalang itu. Diduga terjadi korupsi dalam proyek bernilai Rp 2,5 triliun itu. KPK sudah menetapkan Andi sebagai tersangka dalam kasus ini.
Selain itu ada juga mantan Kepala Biro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusnidar dan mantan Direktur Operasional I PT Adhi Karya, Teuku Bagus Mohammad Noor. Dalam proyek itu disebut mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 436,6 miliar.
Sementara untuk kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek itu, KPK baru menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka.