REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Dinasti keluarga Ratu Atut Chosiyah mulai terbangun sejak masa pemerintahan Orde Baru. Hal itu menjadikan mengakarnya kekuatan di level akar rumput yang dimiliki oleh Gubernur Banten saat ini. Semua itu tak lepas dari peran sang ayah, Tubagus Chasan Sochib.
Pengamat politik dari Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Untirta) Banten, Gandung Ismanto mengatakan, dinasti ini secara fundamental dibangun oleh ayah Chasan Sochib. Ia merupakan jawara Banten yang sangat disegani. Ia 'dipelihara' oleh Orde Baru untuk mengonsolidasikan kekuatan jawara masa lalu yang ada di Banten.
Gandung menjelaskan, hal itu dimaksudkan untuk menyaingi kehebatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang dulunya mempunyai basis massa ulama yang sangat kuat. "Golkar tidak mampu menyaingi kekuatan itu (PPP). Sehingga Chasan Shohib digunakan oleh Orba untuk mengonsolidasi Golkar guna menyaingi PPP," kata Gandung kepada Republika, Ahad (13/10).
Lambat laun, ujarnya, pada 1997 Golkar relatif mampu menjadi kekuatan kedua di Banten setelah PPP. Namun, lanjut Gandung, ketika pemilu 1999 terjadi kecelakaan politik. Ketika itu pemilihan di Banten dimenangkan oleh PDI Perjuangan. Pada 2000, Banten kemudian menjadi Provinsi sendiri yang lepas dari Jawa Barat. Sebagaimana hasil pemilu 1999, maka PDIP menempati kursi Ketua DPRD di Banten saat itu.
Sebagai ketua jawara di Banten, Chasan Shohib mengonsolidasi untuk memasangkan Joko Munandar dengan Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pada level eksekutif dalam pemilihan langsung hingga mereka terpilih. "Sejak saat itu hegemoni Golkar dimulai di Banten," ujar Gandung.
Bersamaan dengan itu, tambah Gandung, PPP mengalami degradasi politik yang luar biasa di Banten. Sehingga para ulama dikonsolidasi oleh Golkar melalui organ sayap bernama Satuan Karya Ulama. Sejak itu para ulama dan jawara menjadi satu pilar kekuatan yang menyokong dinasti Atut.
Dosen FISIP Untirta itu melanjutkan, kekuatan dinasti Atut saat ini ditopang oleh dua kekuatan yang besar. Pertama struktur politik, yaitu Golkar dengan struktur dan jaringan yang kuat.
"Kedua, mereka memiliki legitimasi tradisional pada kelompok jawara dan ulama. Ini sebagai pilar kultural yang dimiliki," jelas Gandung.
Juru bicara keluarga Atut, Fitron Nur Ikhsan tidak menampik bila dukungan dari para jawara di Banten menjadi penentu kemenangan Atut dan keluarganya dalam pemilukada.
Sokongan penuh dari pelaku seni budaya Banten tersebut membuat dukungan terhadap Atut tak pernah surut. Menurut Fitron, dukungan dari para jawara dimulai sejak almarhum ayah Atut menjadi tokoh terpandang di Banten.
Rasa hormat dan penghargaan terhadap keluarga besar yang datang dari seluruh jawara di penjuru Banten, kata Fitron, tidak pernah diduga akan bermanfaat pada pelaksanaan pemilukada langsung.
Karena kekuatan akar rumput dari para jawara dan kelompoknya telah diorganisasikan secara teratur di setiap tingkatan. Kekuatan itu yang akhirnya secara tidak langsung menjadi penyokong keberhasilan keluarga Atut dalam berpolitik.