REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Bila Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang akan diterbitkan Presiden mengembalikan kewenangan Komisi Yudisial mengawasi Mahkamah Konstitusi, maka langkah ini mendapat dukungan.
"Mahkamah Agung diawasi KY. Kalau mau konsisten maka MK jg seyogyanya diawasi KY. Karena MA dan MK sama-sama lembaga kekuasaan kehakiman, maka idealnya diawasi oleh satu lembaga saja, yaitu KY," kata Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Akhiar Salmi ketika dimintai pendapatnya melalui pesan singkat dari Jakarta, Sabtu (12/10).
Dia mengatakan saat kewenangan pengawasan KY dalam undang-undang saat ini tidak maksimal, karena tidak bisa memberikan skorsing atau memecat hakim. Selain itu, dia juga mempertanyakan apakah DPR akan menyetujui Perpu tersebut nantinya.
"Apabila tidak disetujui maka Perpu tersebut akan sia-sia," kata Akhiar. Meski ia mengatakan usulan agar Perpu mengatur hukuman mati tidak diperlukan, sebab menurut dia, hukuman mati koruptor sudah diatur dalam pasal 2 Undang-undang 31 tahun 1999 jo Undang-undang 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Dalam undang-undang tersebut koruptor yang didakwa dalam keadaan tertentu bisa dihukum mati. Dan saya setuju hukuman mati buat koruptor," katanya.
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merencanakan penerbitan Perpu untuk mengembalikan pengawasan KY terhadap MK dan terkait proses seleksi Hakim MK. Rencana penerbitan Perpu itu menyusul tertangkapnya Ketua MK non-aktif Akil Mochtar oleh KPK, karena diduga menerima suap perkara sengketa pilkada.