Rabu 09 Oct 2013 13:52 WIB

Hanura: Kasus Akil Melibatkan Orang Parpol, Ambisi Kekuasaan dan Uang

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Mansyur Faqih
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar sebelum melakukan tes urine di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (6/10).
Foto: Adhi Wicaksono/Republika
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar sebelum melakukan tes urine di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (6/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Hanura mendesak kasus dugaan suap sengekta pilkada di Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten diselesaikan secara cepat. Karena kasus ini bukan hanya melibatkan oknum pimpinan Mahkamah Konstitusi dan para calon kepala daerah selaku penggugat. Namun juga melibatkan kepentingan partai politik. 

"Proses penyidikan dan hingga sidang di pengadilan diharapkan cepat dan tidak berlarut-larut," kata Wasekjen Bidang Hukum dan HAM DPP Hanura, Kristiawanto di Jakarta, Rabu (9/10).

Ia mengatakan, proses penyidikan yang lamban memungkinkan para pelaku yang terlibat menghilangkan barang bukti dan menghidar dari jangkauan penyidik KPK. Dia percaya kasus ini melibatkan banyak orang di partai politik. "Lingkaran masalah ini melibatkan orang parpol, ambisi kekuasaan dan uang. Jika berlarut-larut sama saja memberi waktu bagi mereka menghilangkan jejak dan bukti," ujarnya.

Penyidik KPK dan internal MK mesti bisa mengembangkan kasus sengketa pilkada Gunung Mas dan Lebak ke kasus lain yang sudah diputuskan. Kasus ini mesti menjadi momentum perbaikan penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia. 

Karena kasus suap sengketa pilkada yang melibatkan Akil Mochtar telah menjadi perhatian dunia internasional. "Jika terbukti (terima suap) maka Akil Mochtar sebagai salah satu simbol penegakan hukum telah menciderai harapan rakyat terhadap reformasi penegakan hukum di Indonesia," ujar Kristiawanto.

Suka tidak suka, ujarnya, kasus suap dalam sengketa pilkada yang melibatkan MK telah mendegradasi perannya sebagai satu-satunya lembaga penegak hukum yang berwenang memutus sengketa pemilu dengan putusan final serta mengikat. Kristiawanto pun meminta penyidik KPK menerapkan mekanisme pembuktian terbalik kepada mereka yang terlibat kasus ini. 

Dengan begitu harta kekayaan hasil korupsi bisa dikembalikan lagi kepada negara. "Pembuktian terbalik sudah diatur dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Secara yurispredensi juga sudah ada seperti dalam kasus dugaan korupsi simulator SIM yang melibatkan Irjen Pol Djoko Susilo," kata Kristiawanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement