REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru saja membentuk lembaga PBB untuk pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Solution Network (UNSDSN) pada 9 Agustus 2012.
Dalam momen Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), Bali (Indonesia) terpilih menjadi pusat UNSDSN untuk wilayah Asia Tenggara.
Direktur UNSDSN, Jeffrey Sachs mengatakan pembangunan berkelanjutan adalah agenda baru dan diprakarsai komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berinisiatif membuat rekomendasi bersama panel tingkat tinggi untuk PBB.
Inisiatif tersebut akhirnya dilaksanakan di Indonesia dan melibatkan masyarakat sipil. Terbukti, Indonesia berhasil menurunkan angka kemiskinan dan memajukan pembangunan ekonomi berkelanjutan.
"Kami luncurkan dua jaringan, di Asia Tenggara (Indonesia) dan di Asia Pasifik. Kami berjanji akan menjadikan Bali sebagai pusat pembelajaran dan pengetahuan untuk seluruh dunia," ujar Sachs di Nusa Dua, Ahad (6/10).
Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud, kata Sachs mengadopsi filosofi Tri Hita Karana di Bali. Konsep ini mengedepankan pentingnya hubungan harmonis antara manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan alam, dan manusia dengan sesama manusia.
Konsep pembangunan berkelanjutan ini, kata Sachs mendukung komitmen untuk mencapai keberlanjutan keanekaragaman hayati, kehutanan, dan konservasi laut. Jaringan ini juga berkomitmen mengurangi emisi karbon 10 persen dan puncaknya 50 persen pada 2050.
Ia mengatakan seluruh pimpinan tertinggi negara harus berani mengambil keputusan politik untuk bersama menyelamatkan planet ini, khususnya ancaman karbon berlebihan di atmosfir dalam empat tahun mendatang.
"Ini butuh perhatian pemimpin tingkat tinggi. Jika tidak, maka risiko politik yang harus mereka ambil akan semakin besar," ujar Sachs.
Presiden Yudhoyono mengatakan manusia menyumbang bahaya bagi keanekaragaman hayati, khususnya sumber-sumber pangan. Pada tahun lalu, perusakan habitat global mengancam ekosistem laut. Setidaknya ada delapan wilayah perairan dunia yang terlampau dieksploitasi sehingga mencapai titik kritis.
"Akibatnya, satu dari delapan manusia di dunia tertidur dengan perut yang lapar. Ini tanggung jawab kita bersama untuk menyelamatkan hidup manusia dimasa depan," ujar Yudhoyono.
Dua miliar manusia di atas Bumi ini, kata Yudhoyono, bergabung menjadi masyarakat kelas menengah dengan pendapatan perkapita hingga 1.000 dolar AS dan akan menjadi 10 ribu dolar AS pada 2020 mendatang. Mereka membutuhkan kapasitas ekstra sedangkan sumber daya alam terbatas.
Ekonomi dunia akan tetap mengonsumsi 40 persen energi bahan bakar hingga 2030 nanti. Ini terbukti dari permintaan minyak yang stabil dating dari Amerika Utara dan Eropa, sedangkan pasokan terbatas.
Maka, kata Yudhoyono, jalur-jalur pembiayaan untuk pembangunan harus diarahkan ke praktik-praktik ramah lingkungan.