REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva meyakini semua hakim pernah mendapatkan tawaran suap, namun banyak yang menolak sogokan tersebut.
"Namanya sebagai hakim, sebagai pejabat negara pastilah pernah, itu sangat tergantung pada pertahanan integritas kita, pertahanan moral kita. Kalau masalah ditawari atau dilobi, semua hakim pasti dan semua pejabat negara pasti," ujar Hamdan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Jumat (4/10).
Pernyataan Hamdan itu menyoal ditangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap sengketa pilkada.
Dia mengatakan, pengawasan terhadap hakim oleh siapa pun juga tidak akan berpengaruh sebab penyuapan tersebut umumnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
"Diawasi oleh siapa pun juga 'nggak' akan mempan, itu kan bisa dengan segala cara, sembunyi-sembunyi. Karena itu, urusan itu, adalah soal integritas kita pribadi," ujarnya.
Mengenai permintaan Komisi Yudisial atas dikembalikannya wewenang pengawasan terhadap Hakim MK, Hamdan mengatakan sebaiknya pengawasan Hakim Konstitusi diserahkan kepada mekanisme Undang-undang yang ada, yakni pengawasan oleh masyarakat.
"Kita serahkan saja pada mekanisme undang-undang yang ada. Justru kita menyerahkan kepada masyarakat untuk mengawasi apa saja perilaku hakim konstitusi, dan silahkan melaporkan ke sini, kami akan menindaklanjuti," kata dia.
Pada Rabu (2/10) malam, KPK menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM di rumah dinasnya kawasan Widya Chandra, Jakarta, karena diduga telah menerima uang terkait sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan.
"AM itu dulu menjabat Hakim Konstitusi, sekarang Ketua MK," kata juru bicara KPK Johan Budi dalam konferensi persnya di Gedung KPK, Rabu (2/10) malam.
Sedangkan Kamis (3/10) petang KPK menetapkan Ketua MK Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap terkait dua kasus sengketa pilkada yaitu pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten.
Menyikapi penangkapan tersebut MK telah membentuk Majelis Kehormatan MK untuk memeriksa dalam ranah etik tindakan AM. Majelis Kehormatan Konstitusi menurut MK tidak akan mengganggu proses hukum yang sedang dilakukan KPK.
Pada saat ini Majelis Kehormatan MK masih melakukan rapat internal di lantai 11 Gedung MK, membahas pelanggaran kode etik hakim yang mungkin dilakukan Akil Mochtar.
Sementara di luar Gedung MK, ratusan orang yang merasa calon kepala daerahnya dirugikan dalam sengketa pilkada akibat praktik suap Akil, melakukan demonstrasi menuntut hukuman seberat-beratnya bagi Akil Mochtar.