REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kota Yogyakarta mengalami deflasi sebesar 0,24 persen pada September. Kepala Bidang Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Haryono, mengatakan deflasi tersebut disebabkan oleh penurunan harga-harga.
"Deflasi ditunjukan oleh berubahnya indeks harga konsumen. Ada kelompok pengeluaran mengalami kenaikan dan dua kelompok lainnya mengalami penurunan," kata Haryono menjelaskan.
Kelompok bahan makanan dan transportasi mengalami penurunan sebesar 2,87 persen. Sedangkan, komunikasi dan jasa keuangan mengalami penurunan sebesar 0,57 persen.
Sementara itu, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, serta tembakau mengalami kenaikan sebesar 0,6 persen. Haryono menambahkan, dari 66 kota di Indonesia, 53 kota diantaranya mengalami deflasi. Sedangkan, 13 kota lainnya mengalami inflasi.
Komoditas yang menyebabkan terjadinya deflasi di Yogyakarta itu diantaranya bawang merah, telur ayam ras, cabe merah, dan cabe rawit. "Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tanjung Pinang, yakni 1,7 persen lalu diikuti Kota Pematang Siantar sebesar 0,73 persen. Untuk inflasi terendah terjadi di Singkawang dan Sukabumi, yakni sebesar 0,04 persen," jelas Haryono.
Laju inflasi Yogyakarta sendiri pada September 2013 terhadap Desember 2012 sebesar 6,28 persen.
Deflasi terbesar, lanjutnya, terjadi di Kota Sorong yakni 4,28 persen yang diikuti oleh Kota Gorontalo sebesar 3,43 persen. Sedangkan deflasi terkecil terjadi di Kota Surabaya, yakni 0,02 persen.
Menurut dia, usai lebaran harga perekonomian secara umum telah kembali normal. Sehingga kebutuhan pokok rumah tangga mengalami penurunan harga. Namun, dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) masih terasa.
"Hal tersebut yang menjadi penyebab terjadinya perubahan angka indeks pada September," katanya menjelaskan.