REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menduga Badan SAR Nasional (Basarnas) Indonesia menerima uang tidak halal dari Pemerintah Australia terkait penanganan para pencari suaka dan pengungsi asal Timur Tengah. "Patut diduga Basarnas menerima uang-uang tidak halal dari pemerintah Australia dan bekerja untuk kepentingan Australia sehingga mereka bersedia menerima pencari suaka dan pengungsi asal Timur Tengah untuk dibawa ke daratan Indonesia," katanya di Jakarta, Ahad (29/9).
Sebelumnya, sebanyak 21 imigran gelap asal Yordania, Irak, Lebanon dan Afrika tewas setelah kapal yang ditumpanginya menuju Australia mengalami kecelakaan laut di Pantai Cikole, Kampung Genggong, Desa Sinarlaut, Kecamatan Agrabinta, Cianjur pada Jumat (27/9). Sedangkan 24 imigran gelap yang selamat ditampung sementara di Hotel Sarah di Jalan Selabintana, Kabupaten Sukabumi.
Hikmahanto menambahkan Basarnas sebagai institusi pemerintah ternyata telah menjadi 'tentara bayaran' bagi permasalahan Australia, bahkan mereka bekerja bukan untuk kepentingan Indonesia melainkan untuk kepentingan Australia. "Praktik seperti ini harus dihentikan agar tidak ada kesan Indonesia telah 'dijual'," katanya.
Ia mengharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan untuk mendapatkan klarifikasi dari Kepala Basarnas dan DPR-RI wajib memanggil Kepala Basarnas untuk mendalami permasalahan. "Bila perlu KPK turun untuk menyelidiki kemungkinan adanya uang ilegal yang diterima Basarnas dari pemerintah Australia," katanya.
Ia mengatakan terdapat sejumlah kejanggalan dari kejadian tersebut hingga diserahkannya para pencari suaka dan pengungsi asal Timur Tengah dari Angkatan Laut Australia ke Basarnas. "Alangkah bodohnya Basarnas bersedia menerima para pencari suaka dan pengungsi ini dari AL Australia dengan alasan dari pihak Australia mereka berada di wilayah Indonesia. Ini merupakan bentuk kebodohan, bukan keramahan," paparnya.
Bila para pencari suaka dan pengungsi adalah WNI, kata dia, maka bisa dipahami dan secara hukum internasional ada kewajiban Indonesia menerima kembali warganya.