REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Saat ini di Indonesia menghadapi problem besar yaitu mulai melunturnya nilai keindonesiaan. Karena itu, dalam Kongres Kebudayaan yang rencananya akan diselenggarakan di Yogyakarta 8-12 Oktober mengusung tema "Kebudayaan untuk Keindonesian".
Hal ini disampaikan oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Kebudayaan Prof Katjung Maridjan pada wartawan usai bertemu dengan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, di Kepatihan Yogyakarta, Kamis (26/9).
Katjung mengungkapkan melunturnya nilai keindonesiaan ini dapat terlihat dari kasus penghancuran makam di Yogyakarta yang baru-baru ini terjadi.
''Pengrusakan makam itu termasuk pendekatan benturan budaya. Seolah-olah makam itu suatu yang dianggap melakukan penyimpangan, lalu disingkirkan. Padahal tidak seperti itu. Ini merupakan fakta melunturnya keindonesiaan yang ada di Yogyakarta,'' katanya.
Menurut Katjung ada tiga pendekatan dalam interaksi kebudayaan antar kebudayaan satu dengan kebudayaan lain. Pertama, pendekatan dominasi yang beranggapan bahwa kebudayaan tertentu harus mendominasi kebudayaan yang lain.
Kedua, pendekatan benturan kebudayaan (class culture), artinya antara kebudayaan yang satu dengan yang lain bisa sama-sama kuat tetapi berusaha menghilangkan satu sama lain.
''Kedua pendekatan tersebut tidak tepat untuk Indonesia. Memang di Indonesia ada kelompok tertentu yang kuat seperti suku Jawa, orang Islam, tetapi dalam keindonesiaan tidak bisa pendekatan dominasi, misalnya pertentangan antarperadaban, antaragama, dan lain-lain,'' kata dia.
Adapun pendekatan ketiga adalah pendekatan konvergensi, yakni membuka ruang untuk dialog, penghargaan satu sama lain. Pendekatan ketiga inilah yang kita coba perkuat di dalam kongres kebudayaan 2013 di Yogyakarta nanti.
Karena itu Kongres Kebudayaan yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini menjadi pengingat bahwa Indonesia mempunyai strategi Bhineka Tunggal Ika dalam mengatur keberagaman.