Kamis 26 Sep 2013 21:06 WIB

Wapres: Perlu Terobosan untuk Turunkan Angka Kelahiran

Rep: Fenny Melisa/ Red: Hazliansyah
Wakil Presiden Boediono
Foto: Antara/Andika Wahyu
Wakil Presiden Boediono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diminta untuk mencari terobosan baru guna menurunkan angka kelahiran. Hal tersebut disebabkan program Keluarga berencana (KB) yang stagnan dalam 10 tahun terakhir.

Total rata-rata kelahiran (Total Fertility Rate atau TFR) yang mestinya turun menjadi 2,1, sampai saat ini masih menunjukkan angka 2,6. Angka tersebut menurut Wapres Boediono terlalu tinggi untuk mencapai keseimbangan demografis.

"Tak usah memberondong peluru dengan senapan mesin, tapi fokuskan ke orang yang membutuhkan," kata dia pada acara Temu Nasional Keluarga Berencana Dalam Rangka Hari Kontrasepsi Sedunia 2013, Kamis (26/9).

Hadir di acara tersebut Kepala BKKBN Fasli Jalal, Sekjen Kemenkes Supriyantoro, dan Wamendikbud Wiendu Nuryanti.

Wapres Boediono mengakui bahwa sejak era reformasi, kegiatan KB banyak tersisihkan oleh kepentingan jangka pendek. Sebab tidak semua pimpinan daerah punya kepedulian terhadap program KB. Padahal, KB punya dampak banyak sekali terhadap kepemimpinan suatu daerah.

"Siklus politik memang pendek sekali, lima tahunan. Tapi KB adalah bagian dari hal-hal yang harus dipikirkan di luar siklus itu, jauh lebih panjang jangkanya," katanya.

Wapres mengingatkan pentingnya program Keluarga Berencana agar jumlah penduduk tidak melampaui kemampuan ekonomi negara.

"Bila menilik sejarah, sumber kemajuan suatu bangsa berasal dari kualitas sumber daya manusia, bukan jumlahnya. Kualitas adalah yang menentukan apakah suatu bangsa akan maju atau berprestasi atau tidak," kata dia.

Lebih lanjut Wapres meminta agar BKKBN sungguh-sungguh menjalin hubungan dengan instansi lain seperti Kementerian Sosial karena banyak target-target kedua instansi tersebut bersinggungan. Misalnya seperti program Keluarga Harapan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement