REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad belum mau mengungkapkan rekaman hasil sadapan terkait kasus dugaan penyuapan pengurusan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Ia mengatakan, KPK terikat kode etik sehingga tidak bisa terlebih dulu mengungkapkannya.
"Tidak boleh menyampaikan (rekaman) sebelum kasus itu sampai ke pengadilan," kata Samad, selepas acara di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Rabu (25/9). Karena kode etik ini, Samad enggan membeberkan isi rekaman sebelum proses persidangan para tersangka berlangsung di pengadilan.
Pengacara tersangka Djodi Supratman, Jusuf Siletty, sebelumnya menyebut ada keterlibatan hakim agung dalam kasus ini. Sempat muncul hakim agung berinisial AA. Belakangan, ia mengatakan ada hakim agung lain yang diduga terlibat. Ia menyatakan dugaan itu bisa ditelusuri lewat rekaman pembicaraan.
Mengenai dugaan keterlibatan dua hakim agung ini, Samad enggan memberikan gambaran. "Saya tidak tahu apa isi rekaman itu. Nanti bisa dibuka di persidangan," ujar dia.
Saat dihubungi Republika, Rabu, Jusuf mengatakan mendapat informasi dugaan keterlibatan hakim agung selain AA dari kliennya dalam pengurusan kasasi. Ia mengatakan, Djodi pernah membicarakannya dengan Staf Kepaniteraan MA, Soeprapto, melalui telepon.
Menurut Jusuf, ada hakim lain yang diduga meminta jatah. "KPK bisa menelusurinya dari pembicaraan antara Djodi dan Soeprapto," kata dia.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan dua tersangka. Selain Djodi, ada juga Mario C Bernardo.