REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan daftar pemilih tetap (DPT) yang belum tuntas, membuat pihak-pihak yang berurusan dengan akurasi DPT kembali berkumpul. Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi II DPR menggelar pertemuan tertutup di kantor Kemendagri, Selasa (24/9) malam.
Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan pertemuan tersebut akan membahas secara komprehensif tentang data pemilih. "Tak hanya tentang hasil penyandingan data KPU dan kemendagri saja, tapi semuanya terkait DPT. Yang penting kami semua punya komitmen agar data pemilih akurat," kata Ferry, di kantor Kemendagri, Jakarta.
Pertemuan tersebut dipimpin langsung oleh Mendagri Gamawan Fauzi dan dihadiri komisioner KPU, Bawaslu, dan beberapa anggota Komisi II DPR. Sebelumnya, sesuai rekomendasi Komisi II DPR, KPU dan Kementerian Dalam Negeri telah menyandingkan data pemilih secara bersama. Hasil penyandingan menunjukkan masih terdapat 65 juta pemilih yang belum sinkron.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, penyandingan dilakukan dengan menggunakan data penduduk potensial pemilih (DP4) yang dimiliki Kemendagri dengan daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) dari KPU. Dalam penyandingan tersebut sebanyak 115 juta daftar pemilih hasil pemutakhiran sudah sinkron sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
"Dari 190.463.184 pemilih dari data Kemendagri, dibandingkan dengan data kita 181.140.282 pemilih. Dari situ sudah ada 115 juta yang sinkron, lengkap dengan NIK yang ada," kata Husni.
Sedangkan 65 juta data pemilih yang belum sinkron, menurut Husni, merupakan data dengan NIK yang lebih atau kurang digitnya. Jumlah standar dalam NIK adalah 16 digit. Sementara, yang terhimpun dalam Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) ada yang kurang dari 16 digit, dan lebih dari 16 digit.
Setelah ditelusuri oleh tim data dan informasi teknis KPU, kurang atau lebihnya digit disebabkan kesalahan teknis saat data dimasukkan dalam sidalih. Aplikasi excel yang digunakan operator sidalih, hanya mampu membaca NIK hingga 15 digit.
"Yang kurang 16 kita deteksi, masalahnya sebagian besar adalah dari proses pengentrian datanya. Dimana, para operator bekerja pada program excel yang standar, mereka melakukan pengetikan terhadap NIK itu, tapi untuk program standar itu hanya menampung sampai 15 digit saja, sementara digit ke 16 secara otomatis terentri angka 0," jelas Husni.
Karena itu, KPU bersama Kemendagri disebut Husni akan terus menelusuri apabila masih banyak data pemilih dengan masalah yang sama. Jika sudah ditemukan, datanya secara manual akan dibandingkan dan diperbaiki lagi.