REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Ratusan warga Kota Pontianak dan sekitarnya, baik tua maupun muda, antusias menyaksikan peristiwa alam, yakni puncak kulminasi matahari, Senin, 23 September di kawasan Tugu Khatulistiwa Pontianak.
Ratusan warga Pontianak tersebut tampak tertib menyaksikan peristiwa alam tersebut, melalui tribun yang telah dibangun oleh Pemerintah Kota Pontianak, sehingga tidak berdesak
"Alhamdulillah, tahun ini penonton sudah lebih tertib dibanding tahun-tahun sebelumnya, karena sudah kami sediakan tribun bagi penonton untuk menyaksikan titik kulminasi yang terjadi dua kali dalam setahun di kawasan Tugu Khatulistiwa Pontianak," kata Wali Kota Pontianak Sutarmidji.
Ke depan menurut dia, Pemkot akan melakukan penataan museum yang ada di dalam reflika besar Tugu Khatulistiwa, yakni dengan menonjolkan arsitektur khas Melayu dengan bahan kayu belian atau ulin.
"Selain itu, kami saat ini juga sedang membangun turap menggunakan beton dan dermaga agar para pengunjung yang ingin berkunjung ke Tugu Khatulistiwa melalui transportasi air lebih mudah dan nyaman," ujar Sutarmidji.
Dia berharap, ke depannya Tugu Khatulistiwa yang merupakan ikon Kota Pontianak, bisa menjadi daya tarik tersendiri untuk wisatawan lokal dan mancanegara berkunjung ke Pontianak.
Kepala Disbudpar Kota Pontianak Hilfira Hamid menyatakan, tahun ini pihaknya menggandeng para seniman untuk memeriahkan perayaan titik kulminasi matahari, seperti mengisi acara dengan tarian Melayu, lomba pembuatan miniatur meriam karbit, Tugu Khatulistiwa, Masjid Jami dan Keraton Kadariah.
"Hasilnya lumayan, mendapat sambutan positif dari pengunjung," ujarnya.
Sebagaimana lazimnya, pada saat peristiwa kulminasi matahari terjadi, benda yang ditancapkan tegak lurus tidak terlihat bayangannya.
Pasalnya, matahari berada tegak lurus di atas kepala manusia, yakni pada tanggal 21-23 Maret pukul 11.50 WIB, dan tanggal 21-23 September jam pukul 11.38 WIB di Tugu Khatulistiwa Pontianak.
Kulminasi matahari merupakan peristiwa alam yang hanya terjadi di lima negara, antara lain di Indonesia, tepatnya di Pontianak.
Ke-4 negara lain, masing-masing Afrika, yaitu Gabon, Zaire, Uganda, Kenya dan Somalia. Di Amerika Latin, garis itu juga melintasi empat negara yaitu, Equador, Peru, Columbia dan Brazil.
Dari semua kota atau negara yang dilewati tersebut, hanya ada satu di dunia ini yang dibelah atau dilintasi secara persis oleh garis khatulistiwa, yaitu Kota Pontianak.
Sehingga itu menjadi ciri khusus. Karena itulah Kota Pontianak juga dikenal dengan sebutan Kota Khatulistiwa.