REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memberantas premanisme bukan hanya tanggung jawab polisi. Menurut pakar kriminologi dari Universitas Indonesia, Muhammad Mustofa, premanisme adalah masalah kompleks yang penanganannya membutuhkan strategi tersendiri.
"Tidak serta merta dapat diselesaikan lewat pendekatan hukum saja," kata Mustofa saat dihubungi ROL, Kamis (19/9).
Menurutnya, berbagai faktor menyebabkan munculnya preman. Di antaranya berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi, seperti tidak tersedianya lapangan pekerjaan dan rendahnya tingkat pendidikan. Penyebab lainnya seperti masih lemahnya budaya taat hukum masyarakat Indonesia.
Lebih berbahayanya lagi ada kekuatan politik yang juga ikut menjaga tumbuhnya premanisme tersebut. "Masyarkat kita ini memang sedang sakit," imbuhnya.
Mustofa menjelaskan, premanisme di setiap wilayah memiliki akar permasalahan yang berbeda-beda. Solusi mengatasinya pun tidaklah sama. Karenanya, yang paling berperan dalam hal ini menurutnya adalah pemerintah daerah (pemda).
Ia berpendapat, pemda-pemda bisa meniru pendekatan yang digunakan Gubernur DKI Joko Widodo dalam menyelesaikan kasus di Pasar Tanah Abang, beberapa waktu lalu.
"Namun, strategi tersebut belum tentu dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah preman di Jakarta Utara, ataupun di kawasan lainnya. Untuk itu, perlu formulasi yang tepat karena persoalannya tidak sederhana," katanya menjelaskan.
Guna menyelesaikan masalah premanisme, Mustofa menghimbau pemerintah membuat skala prioritas. “Mana yang premanismenya bersentuhan langsung dengan kemaslahatan umum, itu yang harus dituntaskan dulu," tutupnya.