Rabu 18 Sep 2013 18:23 WIB

Soal Tanah Magersari, Kesultanan DIminta Berpihak ke Rakyat

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Djibril Muhammad
Keraton Yogyakarta
Foto: Yogyayes
Keraton Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kesultanan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dinilai lebih berpihak pada pengusaha dari pada rakyatnya dalam kasus tanah Magersari. Lantaran, beberapa kepala keluarga telah digusur karena tinggal di atas tanah milik Sultan/ Sultan ground

Dosen Universitas Widya Mataram, Heru Wahyu Kismoyo, mengatakan Penghageng Kawedanan Panitikesmo Keraton Yogyakarta, KGPH Hadiwinoto atas nama Sultan seharusnya mengambil kebijakan yang semestinya berpihak kepada rakyat.

"Di Keraton ada lembaga pertanahan, KGPH Hadiwinoto atas nama sultan. Keberpihakan kesultanan seharusnya kepada rakyat," kata Heru, Rabu (18/9).  

Menurut dia, Sultan ground sangat melekat pada status kesultanan sebagai negeri dalam yang menjadi negeri adat. Negeri adat tersebut, ia melanjutkan, identik dengan hak wilayah yang dilindungi dalam UU dan dikuatkan dalam kontrak politik HB IX dan Bung Karno.

"Dalam negeri adat tersebut berlaku hukum adat. Sehingga, status tanah sultan masih kewenangan kesultanan," katanya menambahkan. Namun, payung hukum yang ada saat ini justru mendegradasikan status negeri dalam.

Ia menambahkan, penggusuran warga di Sultan ground disebabkan adanya Undang-Undang Keistimewaan DIY, yakni pasal 1 butir 4 dan 5 yang menurunkan status negara sebagai status warisan bangsa.

Heru mengatakan fungsi negara adat dengan menggunakan kontrak politik harus dikembalikan. Lantaran menurut dia, UU telah menggantikan kontrak politik dalam negara adat. 

Selain itu, apabila keraton ingin memperkuat hukum adat, maka keraton harus mengembalikan kontrak politik yang telah ada sebelumnya. Ia juga mengatakan warga yang menggunakan tanah Magersari hanya berstatus meminjam tanah keraton.

"Terkait dengan warga Magersari, di dalam hubungan adat terdapat nilai-nilai yang saling menghargai dan menghormati. Mereka hanya meminjam tanah keraton," katanya menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement